Film solo terbaru Joker menjadi salah satu film adaptasi buku komik yang tampil berbeda. Hal tersebut terlihat dari bagaimana karakter Joker didesain sedemikian realistis termasuk kondisi mentalnya.

Dalam film yang disutradarai oleh Todd Phillips, Arthur Fleck diceritakan memiliki kondisi di mana ia dapat tertawa tanpa sebab dan tidak bisa mengontrol hal tersebut. Pada satu adegan, ketika episode tersebut datang, ia pun memberikan kartu kepada seorang perempuan di bus yang menjelaskan kondisinya disebabkan oleh gangguan saraf. Walaupun tidak dijelaskan di filmnya, gangguan yang dialami karakter yang diperankan oleh Joaquin Phoenix terinspirasi dari penyakit yang benar-benar ada yaitu Pseudobulbar Affect.

Pseudobulbar Affect (PBA) atau yang disebut juga sebagai Pathological Laughter and Crying (PLC) merupakan suatu kondisi di mana seseorang tiba-tiba tertawa atau menangis tanpa sebab. Dilansir dari Mayo Clinic, kondisi ini biasanya muncul pada orang-orang yang memiliki Stroke, Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), Multiple Sclerosis (MS), kondisi neurologis, atau cedera otak traumatis.

Loading...

Merasakan dan mengalami emosi yang sama dengan orang kebanyakan, orang yang didiagnosa dengan PBA mengekspresikan emosi mereka dengan berlebihan atau tidak sopan. Setiap episode tersebut datang, tawa atau tangisan tersebut dapat berlangsung hingga beberapa menit. Tawa mereka dapat berubah menjadi tangis, yang mana terkadang dideteksi sebagai depresi. Kondisi ini pun dapat menyebabkan penderitanya merasa malu, terisolasi secara sosial, kecemasan, dan depresi.

Saat ini, seseorang yang memiliki PBA dapat melakukan pengobatan dengan pergi ke terapis. Ketika janji bertemu, terapis akan meminta diari yang berisi detail setiap episode yang terjadi. Untuk mengurangi frekuensi terjadinya ledakan emosi, obat-obatan yang diberikan berupa antidepresan dan nuedexta. Selain itu, meditasi, yoga, terapi seni dan musik juga dapat mengurangi frekuensi episode.

penyakit tertawa joker

Potret karakter Arthur Fleck dengan tanda-tanda PBA di dunia nyata bisa dibilang cukup akurat mulai dari episode yang terjadi tiba-tiba selama beberapa menit hingga penyebabnya yang mana diduga karena cedera otak masa kecil ketika disiksa oleh sang ayah tiri. Walaupun demikian, hal ini dibuat lebih sederhana dengan tidak adanya luapan emosi di mana Arthur juga menangis tanpa sebab.

Ide mengenai penggunaan PBA dalam film Joker datang dari sang sutradara Todd Phillips. Walaupun demikian, Phoenix sendiri mengaku tidak begitu yakin bahwa kelainan itu benar-benar diderita oleh Arthur. Terlepas dari hal itu, penampilan Phoenix sendiri menuai pujian termasuk dari pria yang hidup dengan kondisi tersebut, Scott Lotan.

Kepada LADbible, Lotan mengungkapkan bahwa ia merasa seperti bercermin dengan apa yang terjadi pada Arthur Fleck. Pada saat sebuah kecelakaan menewaskan kekasihnya, Lotan mengaku tidak dapat berhenti tertawa dan mengundang tatapan aneh dari polisi.

“Saya pikir ia melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menggambarkan ketidakmampuan untuk berhenti tertawa dalam situasi apapun. Saya merasa seperti ketika ia mengalami penolakan di adegan bus, mirip dengan apa yang saya rasakan pada hari di mana saya mengalami kecelakaan.”

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa penampilan Phoenix cukup akurat, di mana ia tersedak di sela-sela tawanya ketika terjadi episode.

“Sedakan yang datang ketika saya mencoba untuk bernapas, putus asa karena butuh bernapas. Juga, ludah yang menumpuk di mulutmu ketika kamu mencoba bernapas menyebabkannya masuk ke pipa yang salah.”

Joker memang menjadi sebuah film yang cukup baik dalam mencoba menggambarkan penyakit mental. Tak hanya itu, banyak poin menarik mengenai kesehatan mental yang berusaha disampaikan di dalam filmnya. Seberapa akurat hal-hal yang disampaikan, penonton tetap harus mampu memilah mengingat film ini pada akhirnya merupakan adaptasi buku komik.

Loading...