Setelah berulang kali ditayangkan di berbagai festival film baik di dalam maupun luar negeri, film Ave Maryam karya Ertanto Robby Soediskam (7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, Dilema) akhirnya mendapat tanggal rilis di seluruh bioskop Indonesia mulai tanggal 11 April 2019. Jangan lewatkan film yang menampilkan akting terbaik dari Maudy Koesnaedi ini saat tayang di bioskop, karena selain jumlah layar yang terbatas, film independen ini juga kemungkinan hanya mendapat jatah waktu tayang mengingat persaingan film yang rilis di periode waktu yang bersamaan.

Film bergenre drama dengan mengangkat kehidupan biarawati ini diproduksi oleh rumah produksi Summerland, sebuah rumah produksi independen yang kali pertama memproduksi film berdurasi panjang bekerjasama dengan Pratama Pradana Picture dan Grafent Production.

Loading...

Sinopsis

Maryam (Maudy Koesnaedi) adalah seorang biarawati atau suster yang bekerja di sebuah rumah perawatan bagi biarawati senior yang sudah lanjut usia di daerah Jawa Tengah. Rutinitas Maryam sehari-hari adalah merawat para suster senior, mencuci pakaian mereka, menyiapkan makanan serta membersihkan rumah perawatan tersebut. Maryam mengabdikan seluruh hidupnya pada Tuhan dengan melakukan tugasnya tersebut.

Di tengah pengabdiannya, Maryam masih belum bisa total melepaskan ikatan duniawi. Ia masih suka membaca novel roman yang ia beli dari toko buku bekas di kota dan masih menyimpan rasa penasaran akan kehidupan duniawi yang pernah ia rasakan dulu. Kedatangan Suster Moniq (Tutie Kirana) yang diantar oleh Romo Yosef (Chicco Jericho) menjadi titik balik kehidupan Maryam selanjutnya. Godaan dan pesona Romo Yosef merasuk ke hati Maryam yang penuh pertentangan antara rasa cinta dan nafsu dengan ikrar janji setianya pada Tuhan.

Ulasan

Genre film drama bertemakan dewasa, apalagi menyangkut spiritual dan agama minoritas merupakan genre yang sulit meraih penonton di Indonesia. Hal ini tentu disadari oleh para pembuat film ini. Pokok cerita dan pesan yang ingin disampaikan menjadi hal penting yang sangat memotivasi hadirnya film ini di ranah perfilman Indonesia. Relevansi pesan yang dibawa mengenai iman adalah hal pribadi yang dialami beragam oleh masing-masing individu adalah pesan subtil yang tersampaikan dengan baik dalam film berdurasi 74 menit ini.

Penuturan film dibuat bergaya film-film independen yang kerap menampilkan adegan sunyi dengan kamera statis saat menyampaikan kehidupan Maryam sehari-hari. Tidak perlu banyak dialog diucapkan agar penonton bisa memahami pengabdian Maryam dan rasa penasarannya pada kehidupan duniawi, dalam hal ini kehidupan seksual dan asmara. Ada sebuah adegan mimpi atau metafora di awal film yang menegaskan hal tersebut dan sangat efektif untuk mengetahui apa yang Maryam pertentangkan dalam hatinya.

Kedatangan Romo Yosef makin menegaskan kondisi tersebut. Maryam takut jatuh dalam dosa dan berusaha sekuat tenaga agar hatinya tidak jatuh cinta pada Romo Yosef. Pertentangan dalam hati Maryam, usaha kerasnya menjaga ikrar, rasa bersalahnya, serta bagaimana orang di sekitar Maryam menyikapi keputusan yang ia ambil menjadi bagian-bagian cerita yang menarik untuk diikuti sampai ke klimaks film yang emosional.

Naskah yang ditulis sendiri oleh Robby cukup baik dalam menuturkan kehidupan Maryam dan menyampaikan pesannya walau agak tersendat di awal dan cenderung terlalu singkat mengekskalasikan hubungan Maryam dan Yosef. Pengarahan Robby sendiri sangat baik dalam shot-shot gambar statis yang berbicara. Gambarnya mampu bercerita tanpa banyak kata-kata, elemen kota tua, gedung gereja dan bangunan kesusteran yang klasik dan cantik pun mampu ditangkap dengan baik buah kerja keras sinematografer kawakan Ical Tanjung dan Art Director Allan Sebastian.

Dari sisi akting, Maudy Koesnaedi sangat menonjol dalam memerankan Maryam. Wajah sendunya makin menunjang pertentangan di dalam hati karakter Maryam. Saya kira ini adalah akting terbaik sepanjang karir Maudy di dunia film maupun sinetron. Sebuah nominasi Aktris Terbaik FFI tahun depan sepertinya sudah dalam genggamannya. Sementara itu Chicco Jericho cukup baik sebagai romo yang cuek dan cenderung bad boy. Hal ini agak mengecewakan karena terkesan senada dengan karakter Chicco dalam film-film sebelumnya. Sementara Tutie Kirana dan Olga Lidya cukup baik meski tampil dalam durasi yang tidak terlalu banyak.

Kekurangan terbesar dari film ini adalah sisi marketingnya yang sangat mengecoh seakan memancing kontroversi demi meraih atensi. Sinopsis Ave Maryam yang dibagikan di situs database film internasional www.imdb.com menceritakan bahwa Maryam adalah biarawati yang sebelumnya beragama Islam. Hal ini seakan menjadikan hal tesebut sebagai sesuatu yang penting namun ternyata sama sekali tidak dibahas di dalam film. Ini membuat saya menduga sinopsis tersebut dibuat hanya untuk menambah kontroversi saja. Ada baiknya backstory Maryam sebagai seorang muslim tidak ditulis dalam sinopsis karena tidak ada relevansinya dalam cerita film.

Kesimpulan Akhir

Film Ave Maryam adalah film drama dewasa tentang iman dan cinta yang kelihatan sederhana tetapi penuh konflik dan pergumulan di dalam hati karakter utamanya. Dengan latar belakang kehidupan kesusteran dan gereja katolik yang jarang difilmkan di era modern film Indonesia serta diwarnai oleh performa akting brilian Maudy Koesnaedi yang pantas diganjar nominasi aktris terbaik FFI tahun depan, plus pengarahan berkualitas dari sutradara muda, Ertanto Robby Soediskam, maka film Ave Maryam menjelma menjadi salah satu film yang wajib disaksikan di bioskop.

Loading...

Review Film Ave Maryam (2019) - Kisah Tentang Iman, Cinta Dan Hati Yang Ingkar Janji
7.5Overall Score
Reader Rating 5 Votes
7.2