Tere Liye adalah penulis buku dengan judul-judul yang selalu mengisi rak best seller di toko buku ternama di seluruh Indonesia. Penulis berusia 40 tahun yang dua bukunya, Hafalan Shalat Delisa dan Moga Bunda Disayang Allah telah difilmkan ini kembali mempersembahkan sebuah buku berjudul Rembulan Tenggelam di Wajahmu untuk diadaptasi ke medium film lewat rumah produksi Max Pictures.

Disutradarai oleh Danial Rifki dan dibintangi oleh aktor muda Bio One, Arifin Putra, Cornellio Sunny, Teuku Rizky, Ari Irham, Egi Fedly, Yudha Keling, Ariyo Wahab, Donny Alamsyah dan Anya Geraldine, film Rembulan Tenggelam di Wajahmu akan memikat penonton saat mulai tayang di bioskop pada tanggal 12 Desember 2019.

Loading...

Sinopsis

Seorang kaya yang kesepian, Raihan (Arifin Putra) sedang terbaring lemah di rumah sakit dan mendapat kunjungan dari orang misterius (Cornellio Sunny). Orang yang tidak Ray kenal itu datang karena mendengar Ray mengeluh dan berseru mengajukan pertanyaan mengenai ketidakadilan hidup yang ia lalui kepada Tuhan.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Ray pun dibawan ke masa lalu untuk melihat refleksi hidup Ray muda (Bio-One) di masa lalu sejak kecil sampai remaja. Berbagai rangkaian peristiwa penting ditunjukkan kepada Ray agar ia menemukan jawaban yang dicari. Termasuk peristiwa di masa kecil yang selama ini tidak pernah ia ketahui kebenarannya.

Ulasan

Buku Rembulan Tenggelam di Wajahmu yang ditulis Tere Liye tahun 2009 sejatinya adalah buku yang terhitung sulit untuk difilmkan. Pertanyaan yang diajukan Ray dalam buku adalah sebanyak lima pertanyaan dan masing-masing pertanyaan tersebut terjawab di dalam bukunya. Sutradara Danial Rifki (99 Nama Cinta, Haji Backpacker) menyatakan durasi yang dibutuhkan untuk mengadaptasi buku tersebut bisa mencapai 240 menit, untuk menyiasati hal tersebut produser pun memutuskan untuk membagi film ke dalam dua bagian.

Di film Rembulan Tenggelam di Wajahmu bagian pertama ini Rifki yang sudah terhitung fasih membuat film tentang spirital journey seperti dalam Haji Backpacker, menggarap film dengan hati-hati dan detail tata produksi yang cukup baik. Memang ada kekurangan di sana-sini, utamanya pada efek visual, namun secara umum film memiliki keunggulan dengan tata produksinya.

Naskah yang ditulis oleh Titien Wattimena (Dilan 1990, Aruna dan Lidahnya) yang dikombinasikan dengan eksekusi dari Rifki adalah yang menjadi masalah utama dalam film ini. Konflik-konflik yang dialami oleh Ray muda terasa bertumpuk-tumpuk dan tidak memiliki eskalasi konflik yang terbangun dengan baik.

Permasalahan Ray di panti asuhan dengan Bapak Panti (Egi Fedly) banyak memakan durasi di awal film yang walaupun penting karena sebagai peletak pondasi untuk mengetahui kejadian apa yang membentuk karakter dari Ray dewasa. Tetapi sayangnya tidak ada greget yang membuat penonton merasa empati pada karakter Ray. Film memperkenalkan Ray sebagai sosok pemberontak pada bapak panti, pada tatanan hidup, bahkan pada aturan agama dan Tuhan. Mirip seperti karakter Reza pada film Jeritan Malam yang rilis di hari yang sama, karakter Ray pun menjadi karakter utama yang tidak simpatik dan sulit membuat penonton peduli pada nasibnya.

Perjalanan karakter Ray sampai akhirnya pindah ke rumah singgah pun terasa mirip dengan kehidupan sebelumnya di panti, bedanya hanya Ray kini menjadi anak jalanan yang lebih sopan, tangguh dan bagian ini menjadi penggerak plot perkenalannya dengan karakter Bang Plee (Donny Alamsyah) yang menjadi karakter penting lainnya dalam hidup Ray. Babak kedua film tersebut memiliki banyak adegan aksi yang intens, namun sekali lagi tidak tereskalasi dengan baik. Beberapa kali Ray terlibat perkelahian yang membuat penulis berpikir apakah Ray ini magnet keributan atau bagaimana?

Secara akting para pemain dalam film ini bermain baik dengan satu dua pemain yang terasa terbatas karakterisasinya. Bio-One (Menunggu Pagi) di film perdananya sebagai aktor utama menjadi penampil yang paling baik dan sangat apik saat melakukan adegan perkelahian dalam film. Donny Alamsyah (The Raid, Cinta di Saku Celana) juga tidak kalah dan sekali lagi bermain apik dan tidak kalah emosionalnya dengan perannya di Darah Daging yang rilis berdekatan dengan film ini.

Sementara Arifin Putra (The Raid 2: Berandal, Negeri van Oranje) dan Cornellio Sunny (Tiga: Alif, Lam, Mim, Lima Cowok Jagoan) yang kerap beradegan bersama tidak diberikan jatah screentime yang cukup untuk menunjukkan kualitas aktingnya. Begitu juga Ariyo Wahab (6,9 Detik, Love For Sale 2) dan Egi Fedly (Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak). Dan Teuku Rizki eks Coboy Junior (Ada Cinta di SMA). Ari Irham (Terlalu Tampan) menjadi penampil yang paling lemah akibat karakternya yang tidak dikembangkan dengan baik. Untuk Anya Geraldine (Yowis Ben 2, Tusuk Jelangkung di Lubang Buaya) jangan ditanya, sepertinya peran Anya hanya untuk film bagian kedua saja.

Dari departemen teknis nyaris tidak ada kekurangan berarti, tata kamera Gunung Nusa Pelita (99 Nama Cinta, Bike Boyz) dan koreografi perkelahian menjadi yang paling menonjol selain penata artistik yang mampu menampilkan negeri antah berantah yang terlihat seperti Indonesia zaman dahulu. Kekurangan paling jelas adalah di sisi efek visual penggunaan green screen backdrop dengan menara air sebagai sentralnya yang terlihat kurang mulus. Hal kecil, namun cukup mengganggu secara visual.

Keseluruhan film yang menurut sutradaranya menggunakan gaya noir sebenarnya cukup terasa sebagian dari sisi visual, walau hanya sekadar mengandalkan gaya bangunan, kendaraan umum, maupun properti dan set yang terlihat antik saja. Rifki masih belum memaksimalkan penggunaan tata cahaya untuk mendapat gaya noir. Sementara dari sisi cerita, noir yang identik dengan kemisteriusan cerita gagal dieksekusi dengan baik karena ketidakpedulian pada karakter utama dan penceritaan plot twist yang sama sekali tidak membuat penasaran penontonnya.

Kesimpulan Akhir

Memakai gaya refleksi dan flashback yang dibalut dalam gaya noir untuk menceritakan perjalanan spiritual Raihan yang mempertanyakan makna kehidupan kepada Tuhan, film Rembulan Tenggelam di Wajahmu cenderung bermain aman dan gagal mengatur eskalasi potensi konflik yang ada. Hal itu mengakibatkan konfliknya terasa bertumpuk-tumpuk dengan adegan perkelahian yang terasa tak bermakna. Walaupun begitu film ini masih memiliki kualitas produksi apik yang memanjakan mata. Sebuah film drama yang cocok ditonton jika anda tertarik dengan premis merefleksikan kehidupan masa lalu dan mempertanyakan makna kehidupan. Namun patut dicatat, film ini memiliki dua bagian yang film keduanya direncanakan rilis tahun depan.

Note: Gulir/scroll ke bawah untuk melihat rating penilaian film

Loading...

Review Film Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (2019) – Kisah Refleksi Hidup Yang Datar Dalam Bercerita Dengan Teknis Produksi Apik
6.5Overall Score
Reader Rating 5 Votes
4.7