Green Book merupakan sebuah buku travel yang tidak biasa. Buku ini merupakan buku panduan khusus bagi orang-orang etnis Afrika-Amerika untuk berpergian ke wilayah selatan dari Amerika Serikat yang masih sangat rasis dan memiliki hukum segregrasi rasial antara orang kulit putih dengan orang kulit hitam. Dalam buku tersebut terdapat pilihan-pilihan akomodasi, restoran dan bahkan pom bensin yang aman dan khusus bagi orang-orang kulit hitam.

Film Green Book, tidak bercerita mengenai penulis buku tersebut maupun pembuatannya melainkan bercerita mengenai bagaimana seorang musisi klasik kulit hitam memperkerjakan seorang Italia-Amerika untuk menjadi supirnya untuk tur di wilayah Selatan dari Amerika Serikat. Green Book telah tayang sejak hari ini, 30 Januari 2019 di CGV, Cinemaxx, Flix, Platinum dan Lotte.

Loading...

Penjaga klub malam, Frank Anthony “Tony Lip” Vallelonga (Viggo Mortensen) sedang mencari pekerjaan baru karena tempat dia bekerja ditutup selama 2 bulan karena suatu sebab. Dia diundang untuk interview kerja oleh Dr. Don Shirley (Mahershala Ali). Terkejutnya dia melihat tempat kerja Dr. Don Shirley yang begitu megah dengan berbagai suasana etnik khas Afrika maupun Karibia. Makin bertambah terkejut karena Don Shirley bukan merupakan dokter ataupun berkulit putih melainkan seorang pianis klasik kulit hitam yang namanya sudah mentereng. Don Shirley menginginkan Frank Anthony “Tony Lip” Vallelonga menjadi supirnya untuk mengantarkan dia tur ke berbagai tempat di wilayah selatan Amerika Serikat yang masih sangat rasis dan memiliki hukum segrerasi rasial. Setelah terjadi negosiasi akhirnya Frank Anthony “Tony Lip” Vallelonga menyetujuinya.

Sebuah film bernama Driving Miss Daisy memiliki 2 karakter yang mirip dengan film Green Book, bedanya kali ini dibalik, yang menjadi supir adalah berkulit putih sedangkan bosnya adalah berkulit hitam.

Green Book adalah sebuah buddy road trip movie dengan pesan anti rasisme yang sangat kuat. Biasanya dalam sebuah buddy movie, terdapat 2 kepribadian yang bertolak belakang yang pada awalnya saling salah paham dan menimbulkan segala macam konflik berkepanjangan, namun pada akhirnya mereka saling membutuhkan masing-masing. Don Shirley butuh diantar dengan aman ke berbagai tempat di Selatan Amerika, Tony butuh uang untuk keluarganya karena tempat kerjanya tutup.

Awalnya banyak kejadian-kejadian lucu antara mereka berdua, Don Shirley yang berkelas tidak mau makan ayam goreng khas Amerika Serikat yaitu KFC yang dianggapnya tidak sehat dan minyaknya yang banyak mengotori pakaiannya. Tony sampai harus memaksa Don Shirley untuk memakannya dengan cara yang lucu. Setelah mereka memakannya, Tony membuang bekas tulang ke jalan, bahkan tempat minuman soft drink-nya. Ini tidak bisa ditolerir oleh Don Shirley yang taat peraturan itu, dia menyuruh Tony untuk mundur dan mengambil sampah yang dibuangnya. Suatu kejadian juga saat Tony mencuri sebuah batu di suatu toko tanpa diketahui pemiliknya, Don Shirley menyuruhnya untuk mengembalikannya.

Tony merupakan orang yang tidak berpendidikan, berkebalikan dengan Don Shirley sehingga Tony tidak bisa menulis surat dengan baik, spelling maupun grammar-nya banyak yang salah, oleh karena itu Don Shirley membantunya untuk membuat surat dengan tata bahasa yang baik sekaligus tanpa kata-kata kasar atau makian. Momen yang paling lucu saat adalah saat Don Shirley memberitahukan kata-kata puitis nan romantis untuk ditulis kepada istri dari Tony yang dia tinggalkan selama 2 minggu di kota New York sana. Istri, teman-temannya, keluarga dari Tony sampai terkejut dan tersentuh saat mengetahui Tony bisa menulis surat-surat berkelas tersebut.

Penampilan Mahershala Ali kali ini jauh lebih matang dan hebat daripada perannya di Moonlight yang memenangkannya Piala Oscar. Jika tidak ada hal-hal kontroversial, seharusnya pada ajang Oscar tahun ini (2019), dia tinggal menyiapkan pidatonya saja. Mahershala Ali berhasil memerankan Don Shirley, seseorang kulit hitam yang karena kekayaaan dan ketenarannya seakan tidak diterima di dua dunia (kulit putih dan kulit hitam). Dia terlalu keren, bersih dan kaya jika dibandingkan dengan orang kulit hitam yang lain. Orang kulit hitam yang lain tidak habis pikir kenapa dia tidak mau memainkan permainan lemparan khas kulit hitam yang bisa jadi membuat jaket mahalnya kotor. Tony juga tidak habis pikir dia tidak mengetahui penyanyi-penyanyi kulit hitam Aretha Franklin, Bo Diddley dan Little Richard. Jika diantara orang kulit putih, dia hanya dihormati saat bermain piano saja, setelah dia turun dari piano tersebut dia tetap dicap sebagai orang kulit hitam yang tidak boleh menggunakan toilet orang kulit putih dan makan di restoran khusus kulit putih yang di mana dia menjadi seorang performer di situ! Tentu hal-hal ini masih relevan sampai saat ini, jika kita berbeda sedikit saja dan menyerupai orang dari ras, suku ataupun agama lain, kita pasti dicap aneh, sombong dan yang paling parahnya dicap berbeda golongan.

Tentu satu lagi adalah kelihaian Mahershala Ali dalam berekspresi layaknya seorang pianis kelas atas, apalagi saat ada satu adegan dia dengan penuh emosi kemarahan di panggung karena sebelumnya dia menjadi korban rasisme. Emosinya itu tidak dia luapkan langsung melainkan dia luapkan dalam sebuah persembahan pertunjukan piano kelas atas.

Viggo Mortensen yang rela menaikan berat tubuhnya sebesar 20-25 kg itu, memberikan penampilan terbaik sepanjang karirnya. Dia bisa menampilkan seseorang yang dulunya rasis terhadap orang kulit hitam, tapi akhirnya lama-kelamaan kagum dan menaruh simpati dan empati terhadap sosok dari Don Shirley. Dia mengakui kalau Don Shirley lebih baik daripada musisi Liberace. Lama-kelamaan character arc-nya bertumbuh, dia tidak lagi melindungi Don Shirley karena urusan uang saja, tetapi ada arti persahabatan di balik mereka berdua. Tony yang dulunya mementingkan emosi jika martabatnya diinjak-injak, mulai berubah sedikit demi sedikit, keegoisannya semakin berkurang seiiring dengan pelajaran-pelajaran hidup yang bisa diambil dari Don Shirley. Karakter Don Shirley tentu tanpa cacat, dia adalah seorang yang sebelumnya berperilaku sebagai bos, merasa Tony tidak lebih dari seorang supirnya, dia juga memiliki gengsi tinggi dalam menampilkan sebuah pertunjukan piano. Sebuah turning point yang terjadi saat mereka diberhentikan oleh polisi rasis, itu menyadarkan Tony kalau Don Shirley mampu bertahan saat dia setiap harinya / sepanjang hidupnya diperlakukan rasis oleh orang-orang kulit putih. Terdapat beberapa momen yang mengocok perut, momen-momen ini memperlihatkan kegemilangan akting dari Viggo Mortensen saat dia dengan keras meminta seorang penjaga kampus untuk mencari piano Steinway maupun juga saat Viggo Mortensen menggertak orang-orang kulit putih yang mem-bully Don Shirley di suatu bar. Tidak salah memang Frank Anthony Vallelonga di juluki “Tony Lip (Bibir)” karena segala kepintaran bicaranya dan segala ke-bullshit-annya.

Melihat ada nama Peter Farrelly ada di balik kamera penyutradaraan tentu sesuatu yang sangat mengejutkan dan banyak yang berpendapat kalau too good to be true jika saja film ini berhasil. Peter Farrelly memang dikenal sebagai sosok seorang sutradara spesialis humor-humor kasar, sering memakai kecacatan seseorang sebagai humor dan seringkali menggunakan humor-humor bodoh dan tanpa akal. Tidak semuanya buruk memang, Peter Farrelly berhasil dalam There’s Something About Mary dan Dumb and Dumber. Pesimisme itu ternyata semuanya itu dimentahkan olehnya. Di sini dia menghadirkan sebuah humor yang berkelas, menggelitik, menyentil tema rasisme dan tentu sangat lucu. Malah jika tidak ada nama Peter Farrelly di balik layar, tentu film Green Book bisa jadi akan membosankan.

Film ini dengan baik secara eksplisit maupun subtil mengangkat tema rasial yang tak lekang oleh waktu. Segala prasangka, stereotip maupun diskriminasi yang orang-orang lakukan di zaman itu, masih saja dialami di masa modern sekarang. Kembali ke masa itu di tahun 1960-an, segala stereotip yang orang-orang Amerika Serikat khususnya wilayah selatan sematkan kepada orang kulit hitam di Amerika Serikat terpatahkan melihat sosok dari Don Shirley. Dia adalah sosok one in a million, dia mengenyam pendidikan tinggi, berperikalu layaknya orang terpelajar, berpenampilan necis, menjaga kesehatan dan terpenting dia memiliki banyak uang. Suatu hal-hal yang sangat mencengangkan dan tidak pernah dibayangkan bagi orang-orang kulit hitam di masa itu. Ada sebuah momen yang sungguh menohok tatkala mobil mereka mogok di pinggir jalan yang bersebelahan dengan perkebunan kapas, seluruh pekerja berkulit hitam yang tercengang melihat seorang kulit hitam menjadi bos dengan penampilan necis dan megahnya dan seorang kulit putih yang menjadi supir. Ekspresi muka mereka seakan seperti melihat hantu atau seperti bermimpi saja melihat hal itu. Ekspresi dari Tony maupun Don Shirley pun menimbulkan kesan yang mendalam akan ironi ini.

Green Book ditutup dengan momen-momen yang sungguh manis, penuh kekeluargaan dan yang terpenting ternyata masih ada segelintir orang yang bersikap humanis terhadap orang kulit hitam ditengah-tengah tuntutan masyarakat yang mengharuskan perlakuan rasis kepada orang kulit hitam ataupun suku, agama dan ras lainnya. Faith In Humanity Restored!

Kesimpulan Akhir:

Tidak hanya mampu menampilkan sebuah buddy road trip movie dengan sempurna, tetapi juga mampu memberikan sebuah pesan anti rasisme yang tak lekang oleh waktu yang dibalut oleh berbagai humor-humor menggelitik dan menyentil.

Sebuah film drama sekaligus film komedi terbaik di tahun 2018. Sangat layak untuk menjadi salah satu film yang dijagokan untuk memenangkan Oscar nanti selain film Roma di kategori Best Picture. Kategori Best Original Screenplay maupun Best Supporting Actor tentu sudah ditangan.

Loading...

Review Green Book (2018) - Film Drama sekaligus Komedi Terbaik Tahun 2018 dengan Balutan Pesan Anti Rasisme yang Tidak Lekang Oleh Waktu
10Overall Score
Reader Rating 7 Votes
6.5