Angga Dwimas Sasongko jelas saat ini menjadi salah satu sutradara terbaik Indonesia
9Overall Score
Reader Rating 0 Votes
0.0

Beberapa hari yang lalu saya menggunakan HOOQ karena promo free trial dari Telkomsel dan menemukan banyak sekali film-film Indonesia yang menarik, salah satunya adalah Surat dari Praha yang juga merupakan official selection untuk berpartisipasi di Oscar 2017 untuk kategori Best Foreign Language. Tetapi sayangnya tidak masuk nominasinya, bahkan tidak masuk kedalam top 9. Padahal kualitas film ini sangat bagus dan tentu saja tidak salah film ini dipilih untuk mewakili Indonesia.

Larasati (Julie Estelle) adalah anak tunggal dari Sulastri (Widyawati) yang meminta warisan berupa rumah tempat tinggal disaat ibunya sedang dirawat di rumah sakit. Tetapi sebelum memberikan warisan tersebut, ibunya sudah terlebih dahulu meninggal. Di saat Laras ditemui oleh pihak notaris untuk memberikan warisannya, ternyata ibunya sebelum meninggal menitipkan sebuah kotak dan sepucuk surat untuk diantarkan ke Jaya (Tio Pakusadewo) yang tinggal di kota Praha dan meminta tanda tangan dia, sebagai syarat untuk mendapatkan warisan tersebut.

Angga Dwimas Sasongko yang terlebih dahulu dikenal atas filmnya Filosofi Kopi yang juga berkualitas sangat baik dan mendapatkan banyak nominasi Festival Film Indonesia 2015, kembali lagi menunjukan kecermelangan dari sisi penyutradaraan. Surat dari Praha tidak menjadikan latarnya sebagai jualan utama atau membuat film ini menjadi road trip movie yang mengekspoitasi keindangan kota Praha. Tetapi Angga Dwimas Sasongko fokus kepada pengembangan kedua karakter Larasati dan Jaya. This is a character driven movie, it’s kind of like another character driven movie, Logan that i watched last week. Walaupun tentu saja dari sisi sinematografi keindahan kota Praha juga tetap ditampilkan secara indah dan sesuai dengan porsinya. Bahkan kebanyakan adegan-adegannya lebih berada di ruang apartemen yang kecil maupun di bar yang cukup mungil. Sehingga terkadang menimbulkan kesan claustrophobic.

Loading...

Membuat film dengan tema politik memang seringkali menimbulkan kontroversi, propaganda maupun bisa menjadi bumerang jika terlalu berat pembahasannya sehingga banyak orang tidak dapat mencernanya. Namun, M. Irfan Ramli yang menulis naskah ini dan Angga Sasongko dengan cerdik tidak terjebak dengan hal-hal diatas. Surat dari Praha menjadi sebuah cerita cinta sejati yang dibalut dengan kisah pencekalan terhadap orang-orang yang menentang Orde Baru.

Pada waktu itu perubahan dari Orde Lama ke Orde Baru, membuat situasi politik menjadi tidak kondusif. Orang-orang yang dituduh melawan Order Baru baik yang komunis maupun tidak, tetap di cap sebagai komunis dan akan di penjara tanpa diadili. Inilah yang membuat Jaya tidak dapat kembali ke Indonesia saat menimba ilmu disana dan menjadinkannya stateless person. Sebutan untuk orang-orang yang tidak bisa kembali ke tanah airnya disebul Eksil.

Hubungan Jaya dan ibu dari Larasati makin lama mulai terkuak seiring dengan surat-surat tersebut. Puitis, romantis, hangat itulah kesan dari tulisan-tulisannya. Surat-surat tersebut diutarakan dengan lembut oleh penyutradaraan dari Angga Dwimas Sasongko, seringkali diiringi dentingan piano dan lagu-lagu dari Glenn Fredly yang menyejukan dan kalem.

Penampilan yang brilian ditunjukkan oleh Tio Pakusadewo sebagai Jaya setelah melihat surat dan kotak yang diserahkan oleh Laras. Melalui raut mukanya, bahasa tubuh, tatapannya, gaya berjalannya yang sudah mulai rapuh, memperlihatkan sebuah sosok seorang yang mau tidak mau teringat kembali atas apa yang terjadi dimasa lalu. Julie Estelle juga tidak kalah mengimbangi akting dari Tio Pakusadewo. Chemistry, interaksi dan hubungan dari mereka berdua adalah menjadi hal-hal yang menggerakkan sekaligus menggetarkan dalam film ini. Widyawati yang juga merupakan artis gaek yang sudah cukup senior pun menutup film ini dengan sebuah monolog yang sangat manis, mengguncangkan hati dan sekaligus menjadikan sebuah klimaks yang menawan dan hangat.

Final Verdict:

Surat dari Praha tidak hanya menceritakan salah satu kisah cinta terbaik dalam sejarah perfilman Indonesia, tetapi juga surat-surat tersebut seperti ditunjukan untuk seluruh komponen bangsa Indonesia untuk membuka lagi bagaimana negara terkesan tidak peduli terhadap nasib para Eksil yang terasingkan karena peristiwa politik pada tahun 1965 tersebut. Sebuah film yang juga memberikan makna untuk berdamai dengan diri sendiri atas apa yang terjadi di masa lalu.

Loading...