Menyebut nama Riri Riza sebagai sutradara film rasanya tidak lengkap kalau tidak menyandingkannya dengan Mira Lesmana sebagai produsernya. Duet sutradara-produser yang selalu bekerjasama sejak film pertama mereka berjudul Petualangan Sherina (2000) ini sudah sangat dikenal di dunia perfilman Indonesia dengan kualitas filmnya yang selalu di atas rata-rata.

Setelah tahun 2018 lalu merilis satu film anak-anak Kulari Ke Pantai dan memproduksi spin off dari film Ada Apa Dengan Cinta? yang berjudul Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018), Miles Films bekerjasama dengan CJ Entertainment dan BASE Entertainment untuk memproduksi film Bebas yang merupakan adaptasi dari film Korea Selatan, Sunny. Film Bebas yang dibintangi oleh ensemble cast seperti Marsha Timothy, Maizura, Susan Bachtiar,  Sheryl Sheinafia, Indy Barends, Agatha Pricilla, Widi Mulia, Zulfa Maharani, Lutesha, Baim Wong serta Baskara Mahendra ini dijadwalkan tayang di seluruh bioskop Indonesia tanggal 3 Oktober 2019.

film Bebas

Loading...

Sinopsis

Di masa kini, Vina Panduwinata (Marsha Timothy) merasakan ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya sebagai ibu rumah tangga yang monoton hanya melayani suami dan anaknya di rumah. Sampai suatu saat di rumah sakit, Vina bertemu dengan teman SMA-nya, Krisdayanti (Susan Bachtiar). Mereka pun bernostalgia meskipun dalam kondisi yang tidak menyenangkan karena sakit yang dialami Kris. Umur Kris tidak lama lagi, dan Kris meminta tolong Vina untuk mengumpulkan geng mereka selama SMA dulu, geng Bebas.

Perjalanan Vina untuk mengumpulkan anggota geng Bebas dimulai dari pertemuan dengan Jessica (Indy Barends) yang bekerja sebagai agen asuransi. sambil mengenang masa lalu dimana Vina remaja (Maizura) tergabung dalam geng Bebas SMA yang terdiri dari Kris (Sheryl Sheinafia), Jessica (Agatha Pricilla), Suci (Lutesha), Gina (Zulfa Maharani) dan satu-satunya anggota lelaki, Jojo (Baskara Mahendra).

Ingatan Vina, Kris dan Jessica akan sejarah perjalanan geng Bebas melalui masa SMA berjalan beriringan demi mencari tahu keberadaan Jojo (Baim Wong) dan Gina (Widi Mulia). Tetapi mereka kesulitan untuk mencari Suci yang sejak perpisahan mereka tidak pernah terdengar kabarnya lagi. Dapatkah geng Bebas berkumpul kembali tepat pada waktunya?

film Bebas

Ulasan

Bagi penonton yang belum menonton film Korea Selatan, Sunny, tidak masalah untuk menonton film ini terlebih dahulu. Film Bebas bagi penulis terbilang sangat baik dalam mengadaptasi film dari naskah karya Kang Hyeong-Cheol (Swing Kids) tersebut. Bahkan Bebas memiliki keunggulan lebih karena kedekatan kulturnya dengan para penonton Indonesia, apalagi mereka yang masih remaja di periode tahun 1990-an.

Menentukan tahun setting tahun flashback yang berbeda dari film aslinya menurut produser Mira Lesmana adalah keputusan yang sangat sulit. Pilihan tahun 1995-1996 didasarkan pada pemikiran bahwa periode tahun tersebut adalah puncak dari kultur budaya pop remaja Indonesia sebelum mengalami krisis moneter dan kerusuhan tahun 1998, dan penulis pikir keputusan itu adalah keputusan brilian, mengingat sesuai pengalaman penulis, tahun 1995-1996 adalah tahun yang tepat untuk mewakili keseluruhan generasi ’90-an. Terlihat jelas kejelian dari tim di balik layar produksi film ini.

Dari sisi karakterisasi film ini juga cukup berani mengubah gender salah satu karakternya dengan menyisipkan karakter laki-laki dalam sosok Jojo yang diperankan Baskara Mahendra dan Baim Wong. Kehadiran karakter Jojo seakan memberikan warna yang berbeda dan nafas segar serta optimisme tinggi pada keterbukaan dan kebebasan hidup, sesuai dengan judul film ini. Bahkan penulis merasa salut melihat penulisan perkembangan karakter Jojo yang terasa bisa mewakili beberapa orang dengan pergulatan hidup yang senada.

film Bebas

Naskah yang ditulis oleh Ginatri S. Noer (Dua Garis Biru, Keluarga Cemara) dan Mira Lesmana (Laskar Pelangi, Ada Apa Dengan Cinta? 2) dengan cerdik memasukkan berbagai elemen yang mendukung banyak hal yang menghangatkan hati dan jiwa para penontonnya. Dari mulai elemen nostalgia, keharuan saat reuni dengan sahabat lama, dan bullying di masa kini, sampai ke elemen coming of age yang berisi elemen persahabatan, cinta pertama, kekompakan, dan pencarian jati diri di masa ’90-an. Gina dan Mira juga tidak lupa menyisipkan gaya bicara dan budaya populer yang ada di era tersebut. Semua elemen tersebut diramu, dieksekusi dan disajikan secara gemilang dalam film ini.

Sutradara Riri Riza (Petualangan Sherina, Laskar Pelangi) mengeksekusi film dengan tingkat presisi yang tinggi pada setting periode 90-annya. Meskipun terbatas dari sisi lokasi yang menggambarkan suasana tahun ’90-an di jakarta yang berakibat minimnya adegan wide shot eksterior, terutama saat adegan tawuran dan kejar-kejaran di dalam mal, namun Riri berhasil mengalihkan kekurangan itu dengan menguatkan naskah dan karakter yang ada di dalam film.

Menggunakan beberapa gaya transisi yang apik untuk menggabungkan adegan dari satu masa ke masa yang lain, momen dramatisasi yang pedih saat cinta pertama hancur di depan mata, homage menari bersama dengan koreografi ala film Ada Apa Dengan Cinta?,  serta momen klimaks yang menghangatkan hati berhasil dihantarkan dengan sangat ciamik oleh Riri lewat sensitivitasnya yang luar biasa pada naskah.

film Bebas

Secara teknis pun film terasa superior dengan detail desain produksi yang menawan secara artistik karya Eros Eflin (Athirah, Sang Penari) yang mampu ditangkap dengan cantik oleh kamera arahan Gunnar Nimpuno (The Night Comes For Us, Kulari Ke Pantai). Penyuntingan yang berperan besar dalam menciptakan transisi, tata busana dan tata rias yang mampu menangkap jomplangnya perbedaan fashion tahun ’90-an dengan era sekarang serta tata suara apik yang mampu menangkap detail dialog cepat yang banyak tersaji di film menjadi beberapa poin yang patut diberikan acungan jempol.

Hal lain yang patut diberikan kredit lebih adalah pemilihan lagu-lagu dan penata musik di film ini. Kurasi lagu-lagu Indonesia tahun ’90-an  yang kabarnya dilakukan sendiri oleh Mira Lesmana dan Riri Riza ini mampu membawa penonton ke era ’90-an sebelum 1998 yang penuh keceriaan dan optimisme. Lagu Bebas milik Iwa K., Bidadari-nya Andre Hehanusa sampai Kebebasan milik band Singiku sungguh tepat menggambarkan dekade tahun 1990-an.

Departemen akting juga menjadi keunggulan dari Film berdurasi 119 menit ini. Ensemble cast yang memadukan artis dewasa dengan artis remaja terasa dipilih dengan sangat hati-hati. Pemainnya tidak hanya mirip, tetapi memiliki kualitas akting setara. Beban berat ada di pundak Marsha Timothy (Pintu Terlarang, Nada Untuk Asa) dan Maizura sebagai sentral cerita, apalagi bagi Maizura, artis muda asal Makassar yang harus memerankan gadis remaja asal Sumedang. Belum lagi mengingat pengalaman Maizura yang hanya baru sekali bermain film lokal Makassar berjudul Cinta sama dengan Cindolo na Tape.

film Bebas

Susan Bachtiar (Surat Kecil Untuk Tuhan 2017), Indi Barends (Red Cobex), Widi Mulia (Lantai 13) dan Baim Wong (Jakarta Undercover 2017, Ambu) sebagai pemeran versi dewasa mampu memberikan penampilan yang baik yang diimbangi oleh pemeran versi remaja mereka, Sheryl Sheinafia (Koala Kumal, Galih dan Ratna), Lutesha (Ambu, My Generation) Zulfa Maharani (Dilan 1990, Uka-Uka), Baskara Mahendra (The Way I Love You) dan pendatang baru Agatha Pricilla.

Berbagai aktor muda pendukung seperti Amanda Rawles (Dear Nathan, Jailangkung), Giorgino Abraham (Bumi Manusia), Bisma Karisma (Juara, Koboy Kampus) dan Kevin Ardilova (Revan & Reina) pun mampu memberikan warna lain dalam film. Penampilan spesial dari Oka Antara, Jefri Nichol, Irgi Fahreza, Sarah Sechan, serta satu pemeran kejutan pun turut berkontribusi dalam film ini.

Berbagai keunggulan yang disampaikan di dalam film memang seakan menganggap film ini sempurna, walau begitu ada beberapa kekurangan dalam film ini baik dari sisi naskah maupun teknis produksi. Sub-plot kakak dari Vina yang merupakan mahasiswa sekaligus aktivis yang kritis pada pemerintahan orde baru terkesan disisipkan secara paksa. Sebenarnya niatnya bagus untuk menunjukkan bahwa anak muda di era 1995-1996 itu beragam, ada yang optimis dan ada yang kritis, namun screentime yang diberikan untuk mendukung plot tersebut terasa minim sehingga sisipannya terasa dipaksakan.

film Bebas

Hal lain adalah adegan pertemuan pertama Vina dewasa dengan Kris di rumah sakit yang terasa tidak logis dan kurang dramatis. Kenapa hanya dengan melihat dari belakang Kris bisa mengenali Vina saat keluar dari kamar mandi? Ini hal minor sebenarnya. Kalau dari sektor teknis produksi hanya terasa kurang di minimnya eksterior dan establish shot tahun ’90-an saja, yang juga minor, dapat dimaklumi dan tidak mengganggu pengalaman menonton.

Kesimpulan Akhir

Film Bebas memberikan pengalaman sinematik yang mengajak penonton dewasa untuk bernostalgia dan penonton remaja untuk melihat gaya kehidupan remaja tahun ’90-an yang enerjik dan penuh optimisme. Tidak hanya itu, banyak realita yang ingin ditunjukkan beriringan dengan pesan-pesan mendalam tentang persahabatan, cinta, kebebasan berekspresi dan pencarian jati diri.

Walaupun diawali dengan kisah yang suram, namun di sepanjang durasinya film Bebas memberikan hal yang berbeda 180 derajat. Kehangatan hati, rasa rindu pada sahabat, romantisme masa remaja dan rasa syukur pada kehidupan yang kita miliki saat ini. Lewat film Bebas penonton dapat secara magis merasakan betapa dekatnya kisah di dalam film dengan kehidupan nyata.

Note: Scroll / gulir ke bawah untuk melihat rating penilaian film

Loading...

Review Film Bebas (2019) - Nostalgia Kisah Remaja Tahun '90-an Yang Apik Dan Inspiratif
8.5Overall Score
Reader Rating 7 Votes
6.2