Denny TjiputraFilm Godzilla pertama kali diciptakan pada tahun 1954 di Jepang. Pembuatan film ini dahulu benar-benar revolusioner dan merupakan terobosan tersendiri dalam hal efek spesial di masa itu sehingga meraih kesuksesan yang besar. Kesuksesan Godzilla tidak hanya karena efek visualnya melainkan juga terdapat pandangan politik dan komentar sosial yang sangat mengena bagi masyarakat Jepang.
Hollywood pertama kali membuat film Godzilla di tahun 1998 yang dibenci oleh berbagai kalangan karena kualitasnya yang kurang. Hollywood kembali membuat Godzilla di tahun 2014 dan responnya cukup positif sehingga dibuatnya sekuelnya yaitu Godzilla: King of the Monsters. Godzilla: King of the Monsters merupakan film ketiga dalam MonsterVerse dari studio produksi film Legendary Entertainment setelah Godzilla (2014) dan Kong: Skull Island (2017). Film Godzilla: King of the Monsters menjadi film ke 35 dalam franchise film Godzilla.
Sinopsis:
Lima tahun setelah kejadian di film pertamanya, Dr. Emma Russell (Vera Farmiga) yang bekerja untuk organisasi pencari monster bernama Monarch, berhasil mengembangkan alat bernama Orca. Alat ini digunakan untuk memanggil para Titan dan kemudian dapat mengontrolnya. Namun celakanya Ghidorah yang merupakan Titan terkuat, mampu mengendalikan para Titan untuk menghancurkan umat manusia. Godzilla menjadi satu-satunya harapan umat manusia dalam mengalahkan para Titan itu.
Review:
Pada film Godzilla pertamanya di tahun 2014, cukup banyak kalangan menyayangkan durasi waktu Godzilla tampil yang hanya sedikit. Pada film Godzilla kali ini, durasinya cukup jauh lebih banyak. Banyak adegan yang melibatkan Godzilla dan berbagai Titan lainnya seperti Rodan yang menyerupai Pretanodon (Dinosaurus berbentuk burung), Mothra yang menyerupai larva dan kupu-kupu dan yang paling terkuat yaitu naga yang berkepala tiga. Adegan pertempuran diantara mereka dirangkai dengan epik, megah, seru, magis dan sangat keren.
Namun hanya itu saja yang bagus dalam film Godzilla: King of the Monsters, karakter manusianya maupun jalan ceritanya yang melibatkan manusia dapat dikatakan kurang penting. Pendalaman karakter para manusianya tidak mendalam dan tidak konsisten, terlebih sosok Dr. Emma Russell yang pada awalnya memiliki motif yang cukup menarik seperti halnya Thanos yang juga ingin menyeimbangkan kehidupan dengan caranya sendiri, namun seiring berjalannya film, karakternya menjadi tidak konsisten dan kurang logis. Karakter yang menarik hanya ada di Dr. IshirÅ Serizawa (Ken Watanabe) yang memiliki kedekatan dan kekaguman tersendiri atas magisnya sosok Godzilla ini. Seharusnya, porsi Godzilla dan para Titan itu bisa lebih ditambah durasinya, mengingat cerita dan karakter para manusianya yang sungguh klise itu.
Pembangunan universe-nya sendiri cukup menarik mengingat tahun depan akan rilis film Godzilla vs. Kong. Pada film Godzilla: King of the Monsters ini sudah diperlihatkan berbagai klu mengenai Kong dalam berbagai cuplikan berita. Ending dari Godzilla: King of the Monsters semakin turut membuat penonton tidak sabar menanti kelanjutan kisahnya!
Pada film Godzilla: King of the Monsters manusia kembali diingatkan untuk tidak melawan alam. Raungan khas Godzilla berisi kesedihan terhadap kebodohan umat manusia. Godzilla tidak hanya menjadi sosok seorang monster saja tetapi seorang penghancur, penyelamat, ikon dan seorang raja. Long Live the King!
Kesimpulan Akhir:
Segala aksi dari Godzilla dan para Titan benar-benar keren, megah dan seru. Namun hanya itu saja yang penting dan menarik di film Godzilla: King of the Monsters. Hampir semua karakter manusianya menjadi kurang penting dikarenakan karena cerita yang sungguh klise dan pendalaman karakter yang sangat minim.
Semoga saja di film berikutnya, akan lebih banyak lagi aksi dari Godzilla dan para Titan. Kurangi porsi manusianya, atau kalau perlu jadikan figuran saja, haha.
Note: Ada satu post-credit scene yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.