Film satir mengenai bagaimana kehidupan orang kaya sepertinya sudah sangatlah banyak, maka cukup menarik untuk melihat apa yang Greed miliki untuk memisahkan dirinya dari film-film yang mengambil tema serupa. Meski setengah film serasa seru untuk diikuti, tetapi kelamaan film ini malah terasa kewelahan dengan tema yang mereka anut.

Film satir tidak akan berhasil jika tidak ada karakter yang diolok-oloknya, dan pada film ini karakter itu berupa Richard McCreadie yang sudah mendapati gelar “Sir” di depan namanya. Diperankan oleh Steve Coogan, yang mungkin pernah kalian kenali karena ia pernah bermain di Night at the Museum dan The Other Guys, Richard McCreadie digambarkan sebagai seorang pemilik busana terkenal Monda (fiktif, tentunya), yang katanya sudah bersaing dengan H&M dan Zara.

Pada film ini, ia diceritakan ingin menggelar acara ulang tahun ke 60 yang mewah dan heboh di Mykonos, pulau yang berada di Yunani. Ia ingin acaranya dipenuhi bintang-bintang terkenal, ia ingin membangun amfiteater karena ia menyukai film Gladiator, dan ia juga menyewa sebuah singa yang bernama Clarence. Pokoknya acara tipikal seorang miliarder, deh. Dan ia juga menyewa seorang penulis yang akan membuat biografi tentang dirinya, Nick (David Mitchell).

Loading...

Sebetulnya jika diperhatikan dengan seksama, bukanlah Richard yang menjadi tokoh utama di film ini melainkan Nick. Di sini, kita melihat dia mengelilingi dunia dan mewawancarai orang-orang yang mengenal ataupun pernah bekerja untuk Richard, entah itu kawan lamanya, mantan pekerjanya, ataupun pegawainya saat ini. Di saat ia mewawancarai jugalah menjadi titik terbaik dalam film Greed.

Setiap Nick mewawancarai, kita diperlihat kilas balik yang memperlihatkan kehidupan Richard di saat orang yang diwawancarainya itu menceritakan. Seperti saat Nick mewawancarai ibu dari Richard, Margaret McCreadie (Shirley Henderson). Margaret menceritakan bagaimana Richard adalah seseorang yang pantang menyerah, bahkan hingga dikeluarkan dari sekolahnya karena berjudi dengan teman-temannya (dan selalu menang). Dari kisah-kisah wawancara inilah kita mempelajari bagaimana Richard adalah seseorang yang pantang menyerah, dan hanya selalu ingin untuk menang seperti yang dikatakan mantan istrinya, Samantha (Isla Fisher).

Saat-saat kilas balik itu jugalah menjadi saat-saat terbaik dalam film ini, karena film ini menyuguhkan komedi gelapnya dengan saat antusias, terutama dengan melihat karakter Richard sendiri. Ia adalah tipikal petinggi korporat sukses yang sering masyarakat bicarakan, ia pelitnya luar biasa; ia mudah mengamuk bahkan terkadang melupakan keputusannya sendiri; tidak pernah segan untuk mengeluarkan kata kasar saat mengamuk, bahkan menjadi kocak karena aksen dan kata-katanya yang sangat khas Inggris (ini film Inggris, lagipula). Richard bukanlah bos yang baik, pokoknya.

Tidak hanya sifatnya yang memang luar biasa eksentrik, begitupula dengan keluarganya. Ia tidak memiliki hubungan yang baik dengan anak laki-lakinya, Finn (Asa Butterfield). Kekasihnya Richard sekarang juga seumuran dengan Finn. Kemudian putrinya, Lily (Sophie Cookson), juga sibuk dengan acara relalitas miliknya, bahkan hingga pada satu momen ia akting membagikan makanan kepada pengunsi yang tinggal di pantai dekat rumah Richard, demi acara miliknya.

Greed berhasil dalam mengolok-olok keluarga kaya raya pada umumnya, dengan menggambarkan keluarga McCreadie sebagai keluarga yang sangat narsistik, sangat egois dan sangat mencari-cari keuntungan. Jika film ini memang adalah satir, maka mereka sukses. Nada sarkastik dari film memang sangat berasa jika melihat setiap anggota keluarga ini.

Namun setengah film kebelakang justru terasa berantakan, di saat acara pesta ulang tahun Richard sudah berjalan. Nada film serasa berbeda dari sebelumnya, seperti mereka kehilangan unsur komedi gelap ataupun nada sarkastik miliknya. Ceritanya malah terasa sangat berbeda dari sebelumnya, yang akhirnya malah berujung dengan konklusi yang tidak bisa menyamai potensi yang diberikan pada seperempat film.

Mungkin itu karena saya sungguh menyukai saat-saat di mana Nick mewawancarai setiap orang yang mengenal Richard, dengan gaya film berubah menjadi mirip seperti sebuah dokumentari. Di saat inilah energi film sangat berasa, dan kita juga berkesempatan untuk melihat bagaimana sih orang kaya di dunia ini bisa sekaya itu. Apa saja yang harus mereka lakukan untuk mencapai status mereka saat ini.

Sungguh menarik jika dilihat lebih dalam, karena film ini juga bekerja sebagai social commentary yang melihat lebih dalam isu-isu seperti pekerja di negara Dunia Ketiga seperti Sri Lanka dan Bangladesh yang hanya diupah sangat sedikit untuk membuat pakaian yang dijual oleh merk busana terkenal. Atau juga melihat pengungsian di Yunani, di mana pada bagian credit dijelaskan bagaimana Yunani saat ini masih menampung 75,000 pengungsi.

Sungguh disayangkan, karena meski membawa banyak tema yang berat dan menarik itu, Greed terlihat tidak mengetahui bagaimana cara menutup kisah yang dimilikinya. Mungkin seperti namanya, film ini serakah dengan mengambil berbagai tema berat sekaligus yang pada akhirnya berujung dengan film berasa hanya setengah-setengah saja.

Loading...