Mengapa saya sungguh menyukai Train to Busan? Itu adalah sebuah film yang mengambil genre yang sudah sangat sering muncul di film lainnya namun berhasil mengubahnya menjadi sebuah film yang unik dan pintar, memanfaatkan lingkungan tertutupnya untuk menyajikan momen-momen yang penuh memompa adrenalin, dan juga itu adalah film yang menyeramkan.

Dan bagaimana dengan sequel miliknya, Peninsula? Dengan sangat berat hati, saya harus mengatakan saya kecewa. Dengan penuh antispisasi saya menunggunya dirilis, apalagi semenjak kabar mengenai adanya sequel untuk Train to Busan telah beredar, saya penasaran dunia menyeramkan apalagi yang siap disajikan oleh sutradara Yeon Sang-ho dan penulis Park Joo-Suk.

Hasilnya adalah sebuah film yang sarat momen klise film-film horror dan zombie dan sudah begitu tidak memiliki momen yang menegangkan ataupun menyeramkan seperti film sebelumnya. Dan saat sudah menemui adegan yang seharusnya menyentuh hati, saya malah mendapati sebuah adegan yang terseret terlalu panjang dan bukannya tersentuh saya malah merasa cringe.

Loading...

Tentara Jung-seok (Gang Dong-won) memutuskan untuk meninggalkan Korea Selatan yang kini tengah diserang wabah zombie. Bersama kakak dan keluarganya, ia menaiki mobil dan pergi menuju sebuah kapal yang besar yang akan mengantarkan mereka pergi meninggalkan Korea. Di perjalanan, mereka menemui sebuah keluarga yang mengalami kecelakaan dan meminta tumpangan, tetapi Jung-seok tidak ingin mengambil risiko. Ia tetap melaju pergi dan meninggalkan keluarga tersebut.

Keputusan Jung-seok untuk meninggalkan keluarga tersebut memang menjadi pilihan moral yang kian sering terjadi di film zombie, di mana seseorang diberikan pilihan untuk menolong orang lain dengan risiko yang tinggi atau tidak menolongnya untuk tidak menambah risiko yang tidak diperlukan.

Saat berada di kapal, Jung-seok lagi-lagi mendapati dilema di mana kakaknya harus terdiam di sebuah ruangan yang penuh zombie karena menemani anaknya yang sudah terinfeksi. Tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya melihatnya dan menahan suami kakaknya untuk memasuki ruangan. Sebelum kita mengetahui bagaimana situasi tersebut akan berjalan, kita langsung dilempar empat tahun setelah tragedi tersebut.

Bahkan pada adegan itu saja saya sudah merasa terganggu. Seperti yang saya ketahui, dalam dunia Peninsula, jika seseorang tergigit maka tidak butuh waktu yang lama untuk mengubahnya menjadi zombie. Namun bagaimana bisa seseorang tergigit jauh sebelum memasuki kapal yang sangat padat dan ramai dan baru berubah saat sudah duduk di dalam kapal?

Namun mungkin itu tidak masalah karena sekarang kita berada di Hong Kong empat tahun setelahnya, entah bagaimana cara atau ceritanya. Jung-seok telah menjadi salah satu anak buah untuk sebuah geng bersama Chul-min (Kim Do-yoon), suami kakaknya Jung-seok. Dan mereka, bersama dua orang Korea yang salah satunya adalah seorang ibu-ibu (lagi, entah bagaimana bisa) ditugaskan oleh bos mereka untuk mengambil sebuah truk berisi uang dari sebuah semenanjung di Korea Selatan (semenanjung dalam bahasa Inggris adalah “peninsula”).

Kini mereka kembali berada di Korea Selatan, dengan dunianya yang sudah terlihat seperti dunia kiamat dengan mobil yang berserakan di jalanan dan bangunan yang hancur lebur di sekitar mereka. Sekarang tugas keempatnya adalah mencari truk tersebut, menelpon teman mereka yang menunggu di kapal di sebuah pelabuhan, dan kembali ke Hong Kong. Terdengar mudah bukan?

Sekarang Peninsula terasa berbeda dari Train to Busan, dan itu adalah sesuatu yang bisa saya puji, yaitu keputusannya untuk mencoba membuat sesuatu yang baru dalam segi cerita. Hal lainnya yang bisa saya puji adalah bagaimana film ini menambah karakteristik ke dalam zombie mereka sehingga memiliki keunikan tersendiri dari film zombie lainnya. Seperti bagaimana mereka sangat peka terhadap cahaya dan suara, tetapi tidak bisa melihat apa-apa di kegelapan dan karena itu mayoritas film ini berbeda pada malam hari.

Peninsula juga terasa pintar dalam memanfaatkan beberapa karakteristik zombie tersebut untuk menghasilkan beberapa momen yang cukup seru dan juga menarik, seperti bagaimana orang-orang di kota memanfaatkan lampu mobil dan juga menembakkan suar untuk memancing perhatian sekumpulan zombie.

Dan hanya itu yang bisa saya apresiasi dalam film yang hampir berjalan selama dua jam ini. Karakter di dalam film terasa sangatlah bisu dan hanya bersifat satu dimensi saja, tidak memiliki kepribadian yang unik dan terasa klise. Peninsula tidak memiliki dinamika serta chemistry yang sangat kuat seperti film sebelumnya. Di Train to Busan, bahkan karakter pembantu juga memiliki peran yang terbilang lumayan dalam dan mampu menawarkan emosi yang cukup (terutama karakter Sang-hwa yang diperankan oleh Ma Dong-seok).

Dari segi action tersendiri sebenarnya tidak kalah banyak dengan Peninsula, bahkan lebih hebih dari sebelumnya. Namun adrenalin saya kurang begitu terpompa menonton segala baku hamtam dan adu tembak di film ini. Terutama pada 30 menit terakhir, di mana film berubah menjadi seperti Fast and Furious atau Mad Max. Iya, 30 menit terakhir dipenuhi adegan kejar-kejaran antara tokoh utama yang menaiki sebuah truk dengan segerombolan tentara liar yang menamai diri mereka “Unit 631”.

Saya memiliki kendala dalam adegan itu dan kendala terbesar yang menganggu saya adalah: CGI di film ini sungguh terasa dan juga buruk. Setiap kita melihat sebuah mobil berjalan, mobil itu adalah hasil dari sebuah CGI. Itulah yang menghasilkan setiap kita melihat mobil berjalan, mobil itu melaju dengan sungguh tidak alami dan bergerak secara tidak mungkin. Adegan juga terasa dipercepat, di mana mobil tiba-tiba bisa melaju dengan cepat dari posisi berhenti.

Betul saya memiliki masalah pada adegan itu karena dengan adegan itu Peninsula terlihat sangat ingin tampil berbeda dengan Train to Busan atau film zombie lainnya ia rela mengorbankan ceritanya demi sekumpulan mobil CGI yang bergerak layaknya dibuat untuk film animasi 3D dan hasilnya adalah sebuah aksi yang heboh tapi tidak menegangkan.

Babak terakhirnya, di mana saya tidak ingin menceritakannya karena khawatir akan spoiler, juga terasa terlalu dipaksakan untuk berjalan terlalu lama. Entah apakah mereka ingin membangkitkan perasaan sedih, menegangkan atau harapan baru di dalam kita, usaha mereka gagal karena saat adegan itu berakhir saya hanya mengatakan dalam hati “Akhirnya” dan begitu juga saat film ini selesai, saya hanya bisa mengatakan “Akhirnya film ini selesai.”

Loading...

Review Film Peninsula (Korea, 2020) - Sebuah Sequel Zombie yang Klise dan Mengecawakan
5Overall Score
Reader Rating 0 Votes
0.0