Susy Susanti, yang nama aslinya memang ditulis dengan huruf ‘y’, adalah legenda hidup bulutangkis Indonesia, bahkan di dunia. Kiprahnya selama aktif menjadi atlet bulutangkis tidak diragukan lagi dengan meraih 274 kemenangan dan berbagai gelar bergengsi termasuk mempersembahkan emas olimpiade pertama bagi kontingen Indonesia di Olimpiade Barcelona 1992 lalu.

Kisah masa kecil Susy dan awal karirnya sampai pergolakan batinnya dalam meraih prestasi dan mengharumkan nama bangsa Indonesia diceritakan dalam film Susi Susanti: Love All yang disutradarai oleh Sim F dan dibintangi oleh Laura Basuki, Dion Wiyoko, Iszur Muchtar, Dayu Wijanto, Jenny Zhang, Chew Kin Wah, Lukman Sardi, dan sederet pemain lainnya. Susi Susanti: Love All akan tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai tanggal 24 Oktober 2019.

film Susi Susanti: Love All

Loading...

Sinopsis

Susi Susanti remaja (Moira Tabina Zein) yang sudah siap pentas balet kabur dari panggung 17 Agustusan dan memilih untuk menantang juara bulutangkis remaja se-Tasikmalaya. Kemenangan Susi membanggakan ayahnya (Iszur Muchtar), sang mantan juara PON namun mengkhawatirkan ibunya (Dayu Wijanto). Kekhawatiran tersebut hilang saat Susi dipilih untuk trial di PB Jaya Raya, klub bulutangkis ternama di Indonesia.

Dari klub Jaya Raya dan asuhan pelatih Liang Chiu Sia (Jenny Zhang), Susi meraih berbagai gelar dari junior sampai senior, termasuk menjadi penentu Indonesia untuk meraih Piala beregu Sudirman Cup dan meraih emas Olimpiade Barcelona 1992 bersama kekasihnya yang juga meraih emas Alan Budikusuma (Dion Wiyoko). Prestasi yang dianggap tertinggi dalam kasta olahraga bulutangkis kala itu rupanya masih belum cukup untuk membuat status kewarganegaraan Susi sebagai warga negara Indonesia.

Latar belakang zaman orde baru yang memiliki birokrasi pelik berkaitan dengan status kewarganegaraan rakyat yang memiliki keturunan Tionghoa menjadi plot lain yang mewarnai kehidupan Susi. Sampai puncaknya di tahun 1998 yang menjadi titik balik sejarah yang mengubah negara Indonesia dan mengubah hidup Susi Susanti.

film Susi Susanti: Love All

Ulasan

Membuka film di Tasikmalaya dan Jakarta tahun 80-an, film Susi Susanti: Love All tampil cantik dengan tone warna coklat yang sukses membawa suasana nostalgia yang pekat. Tata artistik menawan dari Art Director, Frans Paat yang sekali lagi menunjukkan skillnya setelah sukses dalam Perempuan Tanah Jahanam mampu menarik perhatian penulis untuk segera memberikan kredit pada beliau.

Kredit lebih juga patut diberikan kepada Sim F, dalam film panjang debutnya ini setelah sebelumnya hanya pernah menyutradarai salah satu segmen dalam film antologi, Sanubari Jakarta. Kemampuan Sim F dalam merangkai adegan demi adegan yang terjadi di dalam hidup Susi Susanti terbilang sangat baik, kendati memiliki kekurangan di seperempat terakhir film.

film Susi Susanti: Love All

Naskah film yang ditulis keroyokan oleh Syarika Bralini, Sinar Ayu Massie (6,9 Detik), Raymond Lee, Raditya (Pengantin Sunat) dan Daud Sumolang (Hi5teria) ini memang cukup baik memberikan gambaran hidup Susi Susanti sejak kecil sampai dengan meraih emas olimpiade, termasuk interaksi manis dengan sang ayah dan hubungan asmaranya dengan Alan Budikusuma. Hanya saja di perempat terakhir film saat mulai membahas konflik status kewarganegaraan yang memiliki plot melompat-lompat dan kehilangan momen dramatisnya.

Patut disayangkan memang film yang sudah berjalan dengan pacing oke ditutup dengan babak ketiga yang serba terburu-buru. Padahal isu nasionalisme yang bisa diangkat dalam konflik di babak ketiga itu bisa sangat relevan dengan kondisi sekarang ini. Untungnya ada satu momen saat Susi diwawancarai CNN yang mampu memberikan kesan mendalam terhadap film ini.

Secara teknis di luar dari tata artistik dan pemilihan tone warna yang apik, ada peran penting dari tim penata suara dan penyunting gambar yang baik, serta sinematografi yang berani dari Yunus Pasolang (Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak) dalam mengambil gambar wide untuk menggambarkan suasana Jakarta di akhir tahun 80-an dengan baik. Tata busana juga jadi satu yang menonjol berkat keakuratan gaya fashion yang relevan dengan settingnya, dan tentu saja tata musik dramatis yang makin membuat haru dengan lagu tema film berjudul Karena Cinta Yang Menemani yang dinyanyikan oleh Rossa.

film Susi Susanti: Love All

Untuk kualitas akting, rasa-rasanya tidak perlu diragukan lagi. Laura Basuki (3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, Terbang: Menembus Langit) memerankan Susi Susanti dengan sangat baik, meskipun ada kekurangan dari sisi teknik forehand lob-nya yang tidak terlihat seperti pemain bulutangkis, tetapi secara umum Laura mirip dengan Susi dari sisi suara dan gaya bicara. Sementara Dion Wiyoko (Terbang: Menembus Langit, Cek Toko Sebelahtidak kalah bagusnya dan semakin membuktikan kemampuan aktingnya yang makin gemilang.

Moira Tabina Zein (Dilan 1990) sebagai pemeran Susi di usia remaja menjadi pencuri perhatian sementara Iszur Muchtar (Kejar Jakarta, Mahasiswi Baru) menjadi yang terlemah, walaupun tidak jelek. Patut dimaklumi mengingat ini adalah peran serius dan drama terbesar yang Kang Iszur pernah dapatkan. Iszur Muchtar dikenal sebagai komedian yang tergabung dalam grup komedi Padhyangan Project.

Pemain lainnya seperti Jenny Zhang (May), Chew Kin Wah (Cek Toko Sebelah), Lukman Sardi (27 Steps of May, Orang Kaya Baru), Kelly Tandiono (Gundala) dan Rafael Tan (Bridezilla) memang tidak diberikan banyak screentime, namun mampu memberikan warna secara keseluruhan di dalam film berdurasi 99 menit ini.

film Susi Susanti: Love All

Makna Love All yang menjadi sub-judul film merupakan pertanda untuk memulai pertandingan bulutangkis. Sementara arti harfiah ‘cinta pada semua’ ini sangat menggambarkan keseluruhan film yang menunjukkan kecintaan Susi Susanti pada olahraga bulutangkis, pada lawannya, pada keluarganya, pada Alan Budikusuma serta pada negara. Susi menunjukkan rasa cinta pada negara yang belum mengakui keberadaannya secara resmi sebagai warga negara dengan segudang prestasi yang ia persembahkan pada tanah airnya, Indonesia.

Kesimpulan Akhir

Film Susi Susanti: Love All bukan sekadar menceritakan kisah hidup sang legenda hidup bulutangkis dunia saja. Tetapi memberikan pesan tentang kegigihan, ambisi meraih prestasi, kecintaan pada bangsa dan negara. Sangat baik sebagai film biopik setidaknya sampai tiga perempat film yang sayangnya ditutup oleh seperempat akhir yang digarap terburu-buru meskipun menyisakan momen mengharukan di dalamnya.

Susi Susanti: Love All adalah sebuah tontonan yang akan menginspirasi penonton dan menanamkan benih nasionalisme pada penonton generasi muda yang patut mengenal tokoh panutan bernama Susi Susanti.

Notes: Scroll / gulir ke bawah untuk melihat rating penilaian film

Loading...

Review Film Susi Susanti: Love All - Biopik Yang Dramatis Dan Sukses Menyampaikan Pesannya
7.5Overall Score
Reader Rating 3 Votes
7.0