Setelah mengalami dua kali penundaan tanggal rilis, Time to Hunt akhirnya dapat disaksikan di streaming platform Netflix mulai 23 April 2020.

Film crime thriller produksi Korea Selatan ini awalnya dijadwalkan untuk tayang di jaringan bioskop negara asalnya pada 26 Februari, namun ditunda seiring merebaknya wabah COVID-19.

Little Big Pictures, distributor Time to Hunt, kemudian memutuskan untuk merilis film berdurasi 134 menit ini melalui Netflix pada 10 April. Jadwal itu pun juga sempat kembali diundur karena masalah tuntutan hukum dari Contents Panda, perusahaan yang awalnya menjadi distributor internasional bagi film ini.

Loading...

Time to Hunt merupakan karya kedua dari sutradara muda dan menjanjikan asal Korea Selatan, Yoon Sung-hyun. Film berjudul asli Sanyangui Sigan ini menjadi film Korea Selatan pertama yang masuk dalam Berlinale Special Section pada Berlin Film Festival ke-70.

Termasuk dalam jajaran pemeran Time to Hunt adalah Lee Je-hoon, Ahn Jae-hong, Choi Woo-shik, Park Jung-min, dan Park Hae-soo.

 

Sinopsis

Time to Hunt mengambil latar berupa versi distopia dari Korea Selatan yang perekonomiannya mengalami krisis. Setelah terbebas dari penjara, Jun-seok mendapati bahwa uang hasil kejahatan yang ia peroleh bersama kedua temannya, Jang-ho dan Ki-hoon, tak lagi punya nilai tukar. Mereka bermimpi untuk memulai hidup baru di Taiwan dan meninggalkan dunia mereka yang suram.

Untuk mewujudkannya, mereka sekali lagi harus melakukan kejahatan besar: merampok sebuah kasino. Dengan bantuan Sang-soo yang bekerja di kasino, mereka berhasil menuntaskan misi itu. Namun, tanpa sepengetahuan keempatnya, bahaya yang lebih besar justru sedang mengintai dan mengancam nyawa mereka.

 

Review

Setelah kejayaan Parasite (2019) pada gelaran Oscars tahun ini, wajar jika ekspektasi audiens internasional pada film-film produksi Korea Selatan menjadi kian tinggi. Secara simultan, sineas-sineas muda dari negeri itu pun seakan menawarkan prospek gemilang lewat karya mereka. Dengan bertolak dari sejumlah referensi Hollywood, mereka mengembangkan film-film kontemporer Korea Selatan dengan gaya dan kultur mereka sendiri.

Yoon Sung-hyun sendiri menjadi salah satu sineas yang kerap disebut sebagai bagian dari gelombang baru era perfilman Korea Selatan. Sebelum Time to Hunt, debut penyutradaraan Yoon di film Bleak Night (2011) juga telah menuai sejumlah penghargaan.

Waktu sekitar satu dekade yang dibutuhkan Yoon untuk kembali dengan karya baru nampaknya cukup adil setelah mempertimbangkan kualitas Time to Hunt. Drama kejahatan ini berupaya untuk mengalihkan fokus dari tema klasik tentang perampokan dalam film-film bergenre serupa pada perburuan menegangkan yang terjadi setelahnya.

Seperti Parasite, film ini pun mencoba mengusung isu sosial tentang kerentanan ekonomi dan gelapnya dunia di luar hukum dalam latar distopia. Ketika kebutuhan dasar menjadi semakin sulit terpenuhi, semua orang secara instingtif akan berusaha bertahan hidup dengan segala cara.

Begitu pula dengan empat remaja muda yang menjadi sentral dalam cerita Time to Hunt. Meski punya beberapa catatan kriminal sebelumnya, mereka bukanlah jenis orang yang terlahir untuk menjadi penjahat tangguh yang tak ragu untuk menembak kepala orang. Pengetahuan mereka tentang senjata api hanya berdasar pengalaman mereka menjalani wajib militer.

Maka, ketika Jun-seok mengusulkan ide gila untuk merampok kasino, kawan-kawannya yang lain pun tak lantas menyetujuinya. Para protagonis ini bukanlah orang-orang yang bakal membuat penonton bisa duduk tenang karena kita tahu mereka pasti akan berhasil saat melakukan perampokan.

Sebaliknya, sepanjang Time to Hunt, Yoon tak memberi kesempatan bagi penontonnya untuk menarik napas panjang. Ketegangan yang sebenarnya justru dimulai setelah Jun-seok dan kawan-kawannya, di luar sepengetahuan mereka, mengambil data transaksi gelap kasino bersama dengan uang yang mereka curi.

Tetapi, karakter paling menarik di Time to Hunt justru muncul setelah paruh awal film telah berjalan. Ia lah Han, pembunuh bayaran yang disewa oleh pemilik kasino untuk memburu Jon-seok dan kawan-kawannya. Karakter Han diperlihatkan setelah kamera menyorot sejumlah telinga manusia yang menghiasi dinding rumahnya.

Yoon bisa jadi terinspirasi pada sejumlah tokoh antagonis legendaris dalam sejarah perfilman. Sebab, absennya moralitas dalam diri Han seakan mengingatkan kita pada sosok Anton Chigurh di No Country for Old Men atau bahkan Joker di The Dark Knight.

Tak hanya dari aspek karakterisasi, film ini juga punya ciri visual yang superior. Beberapa shot disajikan secara monokromatik, memberi atmosfer yang spesifik pada adegan tertentu. Cara Time to Hunt dalam mengilustrasikan mimpi-mimpi buruk Jun-seok pun memberi kengerian tersendiri.

Time to Hunt bisa tampil lebih sempurna jika saja alurnya dijalin dengan lebih efektif oleh Yoon, yang juga menjadi penulis naskah di film arahannya ini. Ketegangan Time to Hunt, yang semestinya memuncak pada bagian klimaks, justru terasa nyaris terbagi rata dalam setiap babak perburuan Han.

Ini disebabkan karena bagian konklusi film relatif tak jauh lebih intens jika dibandingkan dengan momen-momen mendebarkan yang terjadi di tempat parkir apartemen dan rumah sakit. Sangat disayangkan ketika Yoon pada akhirnya memilih untuk memainkan kartu deus ex machina sebagai resolusi di titik paling krusial film.

 

Kesimpulan

Time to Hunt memberi sensasi mencekam yang intens di sepanjang film lewat karakterisasinya yang anti-stereotipikal dan visual yang stylish. Di luar efektivitas naskah yang masih menyisakan beberapa celah untuk perbaikan, Yoon jelas tahu betul cara membangun ketegangan dengan merujuk pada berbagai referensi sinematik terbaik dalam perfilman. Time to Hunt adalah satu lagi film produksi Korea Selatan yang mampu mengantarkan negara itu selangkah lebih dekat menjadi powerhouse hiburan global.

 

Note: Gulir/scroll ke bawah untuk melihat rating penilaian film.

Loading...

Review Film Time to Hunt (Korea, 2020) – Crime Thriller Super Intens Berlatar Distopia
8Overall Score
Reader Rating 3 Votes
8.9