Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak atau dikenal dengan Marlina the Murderer in Four Acts untuk peredaran internasionalnya telah melanglang buana di festival-festival kelas dunia, termasuk Festival Film Cannes yang dapat dikatakan sebagai festival paling bergengsi di dunia. Akhirnya Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak mendapatkan jadwal penayangan untuk Indonesia di bulan November ini, namun dengan layar yang terbatas, mengingat filmnya yang bergaya art-house dan kurang mainstream ini.

Berkisah Marlina (Marsha Timothy) yang hidup seorang diri karena suaminya telah tiada, didatangi oleh seorang perampok bernama Markus (Egi Fedli). Markus mengancam untuk merampok segala kepunyaan dari Marlina, khususnya para hewan ternak, bersama dengan keenam teman Markus. Tidak hanya itu Markus ingin berhubungan badan dengan Marlina dengan dalih memuaskan Marlina karena telah ditinggal oleh suaminya. Marlina tidak tinggal diam dan berusaha tenang karena dia tahu tidak ada yang akan menolongnya karena di Sumba, jarak antar rumah berjauhan. Dia pun memasak Sop Ayam yang telah diberikan racun kepada teman-teman Markus. Saat melalukan hubungan badan, Marlina sudah menyiapkan golok untuk memotong kepala Markus hingga terlepas. Marlina kemudian memulai perjalanannya untuk mencapai ke kantor polisi terdekat dengan menenteng kepala dari Markus. Di perjalanan dia bertemu dengan temannya, Novi (Dea Panendra) yang tengah hamil 10 bulan tetapi tidak kunjung melahirkan. Marlina juga harus sembunyi dari pengejaran 2 teman Markus yang menuntut pertanggung jawaban Marlina atas kematian rekan-rekannya.

1 3

Loading...

Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak dibagi menjadi dalam 4 babak penceritaan sesuai dengan judul film ini: The Robbery, The Journey, The Confession dan The Birth. Sesuai dengan gaya kebanyakan film Western yang terbagi dalam beberapa babak seperti pada film-filmnya Akira Kurosawa dan Sergio Leone dan yang paling terbaru adalah film The Hateful Eight besutan sutradara nyentrik, Quentin Tarantino. Alunan scoring dari Yudhi Arfani dan Zeke Khaseli yang kental akan nuansa Ennio Morricone membuat suasana Western makin ketara. Apalagi sinematografi dari Yunus Pasolang yang sangat ciamik dalam memberikan keindahan pulau Sumba yang walau tandus seperti suasana film Western pada umumnya, tetapi sangat indah dilihat. Tidak salah sebuah sub-genre baru telah yaitu Satay Western, seperti yang dikatakan salah satu kritikus film paling terkenal di dunia.

2 4

Film bertema Rape Revenge sudah sering ditemui mulai dari film cult seperti I Spit On Your Grave (1978) maupun film dari Jodie Foster yang cukup mainstream The Brave One (2007), Marlina juga bertemakan hal itu dan kental akan pesan women empowerment dan perlawanan terhadap budaya patriarki. Bagaimana Markus menggangap wanita hanya pelayan dengan menyuruh Marlina untuk membuat makananan untuknya, bagaimana juga suami dari Novi terus menyalahkan Novi dengan mengucapkan kata-kata yang merendahkan wanita karena pahamnya akan sebuah mitos. Polisi yang seharusnya bisa melindungi Marlina pun, tampak meremehkan Marlina yang ingin melapor atas perkosaan yang dia alami. Polisi-polis dengan santainya bermain tenis meja disaat Marlina menunggu. Saat interogasi bahkan sang polisi melontarkan kalimat “Kenapa tidak melawan?”, sebuah hal yang seringkali dipikirkan para pria kalau memperkosa, wanitanya akan merasa keenakan atau menganggap perkosaan adalah salahnya wanita bukan pria.

5 6

Mouly Surya menginginkan agar emosi dari Marsha Timothy tidak meluap-luap saat berakting dan Marsha dapat melakukannya dengan tatapan dan gestur tubuhnya yang terasa sangat tertekan atas kejadian apa yang telah menimpanya. Mouly Surya juga tidak mengumbar darah atau eksploitasi yang berlebihan dalam film ini, tetapi dalam kelembutan itu tetap mampu menghentak. Sang sutradara yang namanya mulai naik sejak film Fiksi yang memenangkan banyak piala Citra di ajang FFI ini, menampilkan kisahnya secara pelan. Adegan-adegan sunyi seringkali terjadi. Sesekali ada beberapa dark humor yang segar dan menyempilkan beberapa kritik sosial.

Final Verdict:

Bertutur dengan lembut tetapi dapat menghentak penonton akan budaya patriarki. Sebuah genre baru telah lahir, yaitu Satay Western dan jika saja Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak bisa diikutsertakan dalam ajang FFI 2017, maka Pengabdi Setan, Night Bus dan Posesif tidak akan sedominan ini. Mungkin saja bisa sapu bersih dalam segi Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Naskah Asli Terbaik, Aktris Terbaik, Sinematografi dan Penata Suara.

Loading...

Sub-Genre Baru Telah Lahir: Satay-Western!
9Overall Score
Reader Rating 7 Votes
8.0