Nama Stephen King rasanya tak perlu diragukan lagi jika berbicara tentang kisah horror. Baik novel ataupun film yang diangkat dari novelnya, selalu ditunggu penggemar setianya bahkan selalu sukses di pasaran. Total 59 novel telah ditulisnya termasuk 7 novel dengan nama pena Richard Bachman. Total penjualan novelnya hingga 350 juta kopi di seluruh dunia, menjadi sebab mengapa novel-novel karyanya kerap menjadi sumber cerita yang cukup sexy untuk diangkat ke dalam sebuah film ataupun serial televisi.

Carrie, The Shining, Christine dan It, menjadi beberapa contoh novel yang telah diangkat ke dalam film layar lebar dan mencetak sukses di pasaran, bahkan mencetak sukses juga kala dibuat kembali versi remake nya. Pet Sematary yang dipublikasikannya di tahun 1983, juga menjadi judul novel yang kemudian diangkat ke dalam versi layar lebar berjudul sama di tahun 1989. Menuai sukses besar secara finansial namun tidak secara kritik, membuat Paramount Pictures berani untuk memproduksi sekuelnya yang sayangnya hancur lebur di pasaran, baik secara pendapatan maupun kritik.

Film Pet Sematary

Loading...

Kini 30 tahun setelah film originalnya diproduksi, Pet Sematary kembali diangkat ke layar lebar dengan pendekatan yang lebih kekinian, meskipun tidak menghilangkan unsur-unsur utamanya. Menggandeng duo sutradara Kevin Kölsch dan Dennis Widmyer yang dikenal lewat film horror berbalut fantasi, Starry Eyes (2014), Pet Sematary tentu saja diharapkan mampu comeback dan menghasilkan film yang tak hanya muncul sebagai sarana nostalgia penonton lawasnya, namun juga menjadi film yang bias memuaskan para pecinta horror di era yang baru ini.

Sinopsis

dr. Louis Creed (Jason Clarke) memilih untuk tinggal di sebuah rumah di daerah pedesaan bersama istrinya, Rachel (Amy Seimetz), dan kedua anaknya, Ellie (Jete Laurence) dan Gage (Hugo & Lucas Lavoie). Kepindahan mereka tentu saja untuk menikmati aktifitas lebih banyak bersama anak-anak dan menghindari gaya hidup perkotaan yang serba cepat.

Film Pet Sematary

Rumah baru yang nampak nyaman pada awalnya pun kemudian berubah menjadi sebuah mimpi buruk bagi keluarga tersebut. Diawali dari kematian Church yang merupakan kucing peliharaan kesayangan Ellie, sedikit demi sedikit misteri di sekitar rumah itu pun mulai terkuak.

Pemakaman hewan yang bertuliskan “Pet Sematary” di area belakang rumah mereka yang nampak menyeramkan dan tak terurus tersebut, nyatanya menyimpan banyak misteri yang nampak tak bisa dimengerti pada awalnya. Church yang dikuburkan di salah satu area pemakaman terdalam dan terjauh di Pet Sematary tersebut, membuka sebuah misteri yang terkubur bertahun-tahun silam.

Sehari setelah pemakamannya di tempat tersebut, Church pun hidup kembali dan pulang ke rumah keluarga Creed dengan perilaku yang sangat aneh dan berbeda. Namun Church ternyata hanya sebagai awal dari segala terror yang kemudian terjadi dan mengganggu segenap anggota keluarga Creed. Sebuah terror yang sejatinya telah diingatkan lewat sebuah mimpi Louis Creed, di awal-awal kedatangan mereka ke rumah tersebut. Lantas, apakah mereka semua siap menghadapi segala misteri dan rahasia yang sedikit demi sedikit terkuak dan mengganggu kehidupan keluarga Creed?

Tak Sekadar Horror Penuh Jumpscare

Tak lengkap rasanya jika horror disajikan tanpa jumpscare yang efektif menghadirkan teriakan penonton di tengah berlangsungnya film. Dan Pet Sematary tentu saja mampu menghadirkan hal tersebut dengan cukup efektif dan tak berlebihan. Bahkan beberapa jumpscare mampu membuat satu studio berteriak saking kagetnya.

Tak hanya jumpscare, Pet Sematary nyatanya masih setia mengikuti pakem film originalnya yaitu menampilkan suasana creepy dan tak nyaman bagi penontonnya. Beberapa hal di film originalnya memang ada yang dihilangkan, hanya saja pada versi 2019 ini juga ada penambahan beberapa unsur baru sembari menambahkan detail untuk beberapa adegan yang dirasa kurang jelas pada film originalnya.

Gaya bercerita Stephen King yang memang senang bermain-main dengan sisi psikologis pada tiap kisah horror rekaannya, seakan kembali mampu ditranslasikan dengan baik melalui film ini. Praktis, Pet Sematary mampu disejajarkan dengan film-film berkualitas adaptasi novel Stephen King lainnya semisal Carrie, It dan 1922 produksi Netflix.

Sinematografer Laurie Rose (Free Fire, Overlord) juga nampak maksimal menghadirkan kengerian pada film ini. Kombinasi pengambilan gambar bergerak serta close up di beberapa adegan terror nampak begitu efektif, sehingga tentu saja berhasil membuat penonton ikut merasakan kengerian serta trauma yang dialami oleh para tokoh film ini.

CGI yang digunakan untuk menampilkan latar surealis juga digarap dengan baik meskipun memang tidak begitu menghadirkan wow effect. Suasana hutan yang gelap dan berasap nampak begitu meyakinkan untuk menjadi latar terror pada mimpi dr. Creed dan pastinya berhasil untuk menciptakan suasana tidak nyaman pada saat adegan tersebut.

Scoring garapan Christoper Young (The Grudge, Drag Me To Hell) juga berperan penting menghadirkan sisi horror yang semakin maksimal di film ini. Scoring garapannya nampak menyatu dengan tiap adegan terror, sehingga suasana mencekam mampu dihadirkan sejak adegan terror paling soft sekalipun hingga kemudian berujung pada jumpscare yang maksimal dan mengagetkan.

Pet Sematary dan Konsep Kehidupan Setelah Kematian

Tak hanya soal kisah menyeramkan yang menjadi trademark karya-karya Stephen King, Pet Sematary nyatanya juga berhasil menyajikan pesan seputar kehidupan setelah kematian. Melalui Pet Sematary, Stephen King tak hanya menyajikan premis sederhana terkait bagaimana jika ada suatu wilayah yang mampu membangkitkan tiap makhluk hidup yang dikubur di tempat tersebut, namun juga terkait pandangannya soal kematian itu sendiri.

“Sometimes dead is better” yang menjadi slogan film ini, tentu saja menjelaskan bahwa terkadang kematian tak selalu memberi dampak negatif bagi kehidupan manusia. Entah bagi yang meninggal ataupun yang ditinggalkan, kematian tentu saja akan menghadirkan pelajaran baru dalam proses kehidupan. Hanya saja, manusia terkadang sengaja menembus batasan tersebut dengan menghadirkan ‘kehidupan’ baru lewat berbagai medium di sekitar mereka.

Layaknya metabolisme tubuh yang menjadi semacam ‘jam’ alami kehidupan manusia, kematian tentu saja menjadi batas akhir perjalanan manusia yang tak terelakkan. Namun layaknya sebuah benda yang sudah mati dan tak lagi mampu bekerja dengan maksimal ketika diservis atau dihidupkan kembali, maka manusia pun akan mengalami hal yang sama jikalau proses kematian ‘diganggu’ hanya demi menghilangkan kesedihan sesaat.

Sejatinya masih banyak symbol yang coba dihadirkan Stephen King lewat film ini, seperti yang biasa Ia lakukan pada berbagai novel rekaannya. Bahkan beberapa symbol nampak bertabrakan dengan konsep serta pandangan terkait iman dan kepercayaan yang dimiliki agama tertentu. Namun tentu saja simbol-simbol  tersebut menjadi semacam clue yang memang harus dipecahkan sendiri oleh para penonton dan tentunya mampu menjadi bahan diskusi yang menarik begitu selesai menyaksikan film ini.

Penutup

Pet Sematary tentu saja menjadi salah satu film adaptasi novel Stephen King terbaik sejauh ini. Solidnya sisi penceritaan, unsur horror yang segar, serta scenario yang kokoh dan menarik, menjadi alasan mengapa film ini wajib disaksikan oleh segenap penggemar film horror. Plot Twist yang dihadirkan di akhir film, membuat film ini juga memiliki ending yang berbeda dengan film originalnya.  Sehingga para penggemar film lawasnya pun akan dikejutkan dengan akhir kisah yang nampak jauh lebih mencekam dan mengerikan tersebut.

Beberapa plot hole memang masih ditemukan dalam film ini. Namun sejatinya hal tersebut tak cukup mengganggu berkat penampilan brilian para aktor aktrisnya serta nuansa kengerian yang konsisten hadir di sepanjang film.

Satu hal yang pasti, konsep zombie yang begitu melekat pada film originalnya tak lagi dimunculkan dalam film ini. Sebagai gantinya, konsep tubuh, jiwa dan roh yang tak lagi sinkron antara dunia nyata dan dunia kematian, nampak menjadi konsep segar yang dibawa sang duo sutradara ke dalam film ini. Tentunya, nuansa terrornya pun nampak jauh menakutkan dibanding film originalnya.

Pet Sematary tayang di bioskop seluruh Indonesia mulai 5 April 2019.

Loading...

Review Film Pet Sematary (2019) - Misteri Pemakaman Hewan dan Rahasia Dibalik Kematian
8Overall Score
Reader Rating 0 Votes
0.0