Review The Boy and The Heron
4.0Overall Score
Reader Rating 0 Votes

Film ini dibuka pada tahun 1943, di tengah Perang Dunia Kedua saat bom-bom hujan turun di Tokyo. Mahito Maki (Soma Santoki), berusia 12 tahun, kehilangan ibunya dalam kebakaran di rumah sakit. Ayahnya yang menjadi duda, Shoichi (Takuya Kimura), seorang pemilik pabrik, menikahi adik perempuan almarhum istrinya, Natsuko (Yoshino Kimura), dan pindah ke rumah besar dan mewah di pedesaannya. Juga tinggal di sana adalah tujuh pembantu tua yang rajin menggosip dan bertugas mengurus rumah sekaligus merawat Mahito.

Setiap harinya Mahito diganggu oleh seekor burung bangau (Masaki Suda). Eksplorasi Mahito di hutan terdekat mengungkap menara yang tersegel dengan masa lalu misterius. Namun Mahito kepergok oleh dua pembantu tua yang mencegahnya untuk memasuki hutan dan menara tersebut.

Loading...

Karena termasuk orang kaya, Mahito kesulitan beradaptasi dengan sekolah barunya karena teman-temannya suka mengejeknya. Setelah berantem dengan teman-temannya. Mahito pura-pura menbenturkan batu ke kepalanya sehingga luka berdarah, supaya dia tidak bersekolah lagi. Saat pemulihan cedera pada kepalanya, Mahito mencoba membina hubungan yang lebih baik dengan ibu tirinya yang terbaring sakit karena mual di pagi hari karena kehamilannya. Burung bangau terus-menerus menganggu dan membujuknya supaya masuk ke hutan dan masuk ke dalam menara itu. Pada akhirnya Mahito menurutinya karena dijanjikan akan bertemu dengan ibunya yang kabarnya masih hidup.

Dimulai dari saat Mahito akhirnya masuk ke dalam menara di dalam hutan, film ini menjadi ciri khas film-film Miyazaki yang menampilkan ke dunia fantastis, imajinatif dan ajaib yang dihuni oleh makhluk-makhluk aneh, baik yang akrab maupun yang mengerikan. World building yang ditampilkan oleh Miyazaki sungguh magis dan penuh dengan adegan surreal dan dreamy sekaligus sangat indah. Ditambah dengan bumbu-bumbu komedi dari para mahkluk-mahkluk unik nan fantastis tersebut.

The Boy and the Heron adalah tentang bagaimana proses penyembuhan Mahito dari kesedihan atas meninggalnya ibunya dan bagaimana bisa menerima kehidupan.

Kredit lainnya tentu patut diberikan kepada sang maestro Joe Hisaishi yang selalu saja memberikan musik yang sungguh merdu dan membuat mood penonton semakin merasuki dunia imajinatif dari Miyazaki.

Loading...