Bagi yang tidak mengetahuinya, Eurovision adalah sebuah kontes menyanyi yang diselenggarakan di Eropa dengan setiap negara di Eropa berpartisipasi. Diselenggarakan setiap tahunnya, ini adalah salah satu ajang kompetisi menyanyi terbesar di dunia, bahkan mungkin saja yang terbesar. Sayangnya tahun ini, setelah lebih dari 64 tahun selalu diselenggarakan, Eurovision harus ditunda hingga tahun depan karena pandemi COVID-19.

Tetapi dengan Netflix, kita masih dapat untuk menyaksikan sebuah Eurovision namun bukan acara yang sebenarnya melainkan sebuah film komedi yang menceritakan mengenai dua tokoh fiksinya yang ingin mengikuti kompetisi menyanyi terbesar di Eropa itu. Will Ferrell, yang juga menjadi penulis dan produser, membintangi sebagai tokoh utamanya.

Namun bukanlah Will Ferrell yang sebetulnya bersinar di Eurovision Song Contest: The Story of Fire Saga, melainkan Rachel McAdams yang bermain sebagai teman dari karakternya Will. Mereka memerankan dua penduduk Islandia, Lars (Will Ferrell) dan Sigrit (Rachel McAdams), dengan nama duo “Fire Saga”, yang bercita-cita untuk menyanyikan lagu yang telah mereka buat di ajang kontes Eurovision.

Loading...

Saat menonton, hal yang mengganggu saya adalah mengapa mereka menggunakan pemain film yang berasal dari Amerika Serikat dan Kanada untuk memerankan karakter asal Islandia. Tidak hanya itu, ayahnya Lars juga diperankan oleh aktor asal Irlandia yang dikenal karena bermain James Bond, Pierce Brosnan. Bahkan tidak jarang Will Ferrell berbicara dengan dialek Amerika, di mana ia seharusnya berlogat khas orang Islandia.

Meski begitu, ceritanya sebetulnya menarik. Klise, tetapi juga manis dan terkadang lucu. Keduanya akhirnya berhasil mengikuti kontes Eurovision, tetapi bukan dengan bakat melainkan dengan keberuntungan. Dan tidak hanya sekali, tetapi dua kali dan tanpa terlalu menceritakan apa yang terjadi, bisa dikatakan keberuntungan itu sangat konyol.

Untuk sebuah film yang berdurasi selama dua jam lebih, Eurovision Song Contest terasa terlalu lama untuk cerita yang dimilikinya. Alasan yang saya dapat mengapa film ini menembus dua jam adalah karena betapa banyaknya cerita sampingan yang dimasukkan ke dalam cerita utama film tetapi tidak semuanya bekerja.

Satu cerita sampingannya adalah mengenai romansa antara Lars dan Sigrit, yang mungkin saja pentig untuk pengembangan karakter, namun juga menenggelamkan cerita utama film ini. Cerita sampingan lainnya yang memperpanjang durasi film namun tidak membuat film lebih baik adalah saat salah satu petinggi bank nasional Islandia ingin mensabotase para kontestan karena masalah keuangan negara.

Cerita utamanya yang terdengar mulia, di mana film ini menceritakan seseorang yang berusaha mengejar mimpinya, juga tidak memiliki makna yang cukup dalam ataupun mengena sehingga ambisi Lars yang sebetulnya besar tidak terlalu saya rasakan. Sungguh disayangkan, karena Eurovision Song Contest bisa saja menjadi film yang menginspirasi.

Apa yang sebetulnya menggenggam seluruh film adalah bukan ceritanya ataupun Will Ferrell, melainkan Rachel McAdams yang mampu dengan halus membawakan komedi dalam filmnya seorang diri. Wajahnya yang sering merasa kebingungan dan datar saat situasi menjadi tidak masuk akal adalah mengapa ia seharusnya lebih banyak bermain film komedi. Ia, dengan hebatnya, juga mampu menonjol lebih dari Will Ferrell, aktor komedian yang lebih veteran.

Dan bisa saya katakan, lagu-lagu yang dimiliki Eurovision Song Contest memang sungguh enak didengar. Tidak hanya dari kedua karakter utama, lagu-lagu di dalam film juga dinyanyikan oleh beberapa karakter lainnya yang salah satunya diperankan oleh penyanyi yang mungkin sudah tidak asing lagi, Demi Lovato. Bagaimana ia bisa tampil di sini, apalagi karakternya berakhir dengan konyol, tidak saya duga.

Jika saya perhatikan, film ini mungkin terlihat lebih seperti sebuah satir untuk Eurovision yang sebenarnya. Saya tidak menonton kontesnya, jadi saya tidak mengetahui bagaimana acara seharusnya berjalan, tetapi Eurovision Song Contest dengan nadanya yang menyolok dan komedik terlihat menggambarkan acara Eurovision sebagai ajang yang menarik kontestan yang narsis namun berbakat.

Ini adalah contoh film yang ingin menggapai sesuatu yang sangat tinggi, namun ambisinya malah menenggelamkan seluruh film dengan banyaknya cerita yang tidak terasa singkron dan tidak konsisten. Saya juga menjadi berpikir kapan Will Ferrell terakhir membintangi film yang memang benar-benar lucu dan saya hanya mengingat The Other Guys, film yang sudah dirilis 10 tahun yang lalu.

Loading...

Review Film Eurovision Song Contest: The Story of Fire Saga (Netflix, 2020) - Mimpinya Besar, Tidak dengan Filmnya
5Overall Score
Reader Rating 0 Votes
0.0