Film asal Brasil memang sangatlah jarang terdengar di Indonesia. Coba sebutkan satu film Brasil yang kalian ketahui, mungkin hanya film seperti City of God yang teringat penonton. Itupun kalau mereka pernah dengar film itu sebelumnya. Maka dari itu, tidak banyak yang pernah mendengar Bacurau, film Brasil yang penuh makna dan sarat aksi.

Bacurau mengikuti tren film yang sedang sering muncul beberapa tahun terakhir, seperti film Korea Selatan Parasite atau film Jepang Shoplifters di mana film-film ini mengambil tema mengenai kelas dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Kleber Mendonça Filho dan Juliano Dornelles — yang menjadi penulis sekaligus sutradara — berhasil menggenggam perhatian penonton dari awal hingga akhir.

Selama setengah film berjalan kita diceritakan secara perlahan kehidupan sehari-hari di Bacurau, sebuah desa fiktif terpencil di daerah Brasil yang antah-berantah beberapa tahun dari sekarang. Kita juga diberitahu bagaimana desa itu sulit untuk mendapatkan air, di mana bendungan air telah ditutup oleh pemerintah. Sehari-hari mereka harus mengandalkan Erivaldo (Rubens Santos), supir truk tangki air, untuk membawakan mereka air.

Loading...

Pada suatu hari tetua desa Bacurau, Carmelita (Lia de Itamaracá), tutup usia di 94. Seluruh desa berkumpul untuk menjenguk, termasuk cucunya Teresa (Bárbara Colen) yang baru saja balik dari membawakan obat-obatan untuk satu-satunya dokter di Bacurau, Domingas (Sônia Braga). Pada setengah film ini, kita diperlihatkan apa saja dilema yang tengah dihadapi oleh penduduk desa.

Salah satu masalah yang kerap muncul adalah walikota yang sering muncul secara tiba-tiba untuk tebar pesona karena pemilu sudah dekat. Tony Junior (Thardelly Lima), nama walikota itu, datang dengan musiknya yang kencang dan pakaiannya yang rapi bermaksud untuk mengajak penduduk untuk memilih dia lagi pada pemilu mendatang.

Karakter Tony di sini memang bertujuan untuk mengangkut tema politik dan ketidaksetaraan masyarakat. Dia datang membawakan pasokan makanan — meski semuanya sudah basi, bahkan ada yang lebih dari 6 bulan — dan membuang buku-buku ke jalanan, tidak lupa direkam untuk dokumentasi. Kedatangannya itu tidaklah diterima dengan ramah oleh penduduk.

Mereka mengetahui Tony tidak datang karena peduli dengan mereka karena jika peduli dia pasti sudah membuka bendungan air untuk penduduk desa ini. “Kita akan memperbaiki masalah air,” ucapnya kepada masyarakat yang bersembunyi darinya. Kepribadian yang tidak peduli itu memanglah cukup menyebalkan untuk dilihat, dan memang itu tujuan karakter dia di film.

Bacurau memperlihatkan bagaimana desa terpencil akan selalu saja terpencil karena perlakuan yang tidak adil dari pemerintah. Mereka menutup bendungan air, tidak peduli penduduk desa tidak akan mendapatkan air. Mereka berpikir, toh desa ini hanyalah desa terpencil. Film ini seperti sebuah bentuk kritik terhadap pemerintah yang memiliki perlakuan yang sama seperti Tony Junior.

Tidak hanya film ini menganut tema politik, namun juga menariknya genre yang diambil oleh Bacurau adalah genre western, sesuatu yang sangat unik untuk dilihat. Seperti film western dari tahun 1960-an, kita diperlihatkan sebuah desa terpencil di antah-berantah, dengan karakter-karakter yang eksentrik dan menarik untuk dilihat, dan pertumpahan darah yang terjadi.

Iya, jika setengah film awal kita diceritakan kehidupan sehari-hari desa Bacurau secara dekat, di setengah film terakhir genre film berganti menjadi thriller yang sungguh tidak terduga. Lagipula, menonton film ini memanglah sulit untuk menduga apa yang akan terjadi selanjutnya karena bagaimana kedua sutradara ini berhasil dengan cermat menceritakan kisahnya dengan penuh konsentrasi pada satu adegan kita jarang untuk berpikir apa yang akan terjadi selanjutnya.

Pada suatu hari, saat Erivaldo kembali ke desanya, penduduk desa menyadari bahwa tangki airnya penuh dengan lubang. Rupanya ada yang menembakinya. Tidak hanya itu kejadian aneh yang menimpa desa Bacurau, namun mereka juga kedatangan dua pengendara motor asing yang memasuki desa mereka. Dari sinilah sisi menegangkan film dimulai.

Pada setengah film terakhir jugalah karakter-karakter yang eksentrik muncul, seperti Lunga (Silvero Pereira). Lunga, seperti karakter Robin Hood, dianggap sebagai bandit oleh pemerintah namun pahlawan lokal oleh penduduk desa. Ia kerap menyerang bendungan air guna membawa pasokan air ke desa Bacurau, yang berujung dengan dirinya diberikan imbalan hadiah bagi yang bisa menangkapnya oleh pemerintah.

Kita juga diperkenalkan oleh Michael (Udo Kier), pemimpin dari sebuah kelompok orang-orang asing yang haus akan darah dan membunuh guna mendapatkan “poin” untuk setiap pembunuhan yang dilakukan. Kelompok ini terdiri dari orang-orang Amerika dan Eropa, dengan Michael yang merupakan orang Jerman tapi lama sudah tinggal di Amerika.

Datangnya kelompok asing ini memang terlihat sangatlah puitis, yakni bagaimana sekelompok orang asing yang datang memulai misinya untuk menjajah dan kini para penduduk desa harus menyusun rencana untuk melawan balik para penjajah asing ini, serasa seperti film Jepang Seven Samurai. Kedatangan mereka juga menandai bahwa bagian pertumpahan darah yang sudah tidak terelakkan lagi akan datang.

Pada akhirnya, tidak ada genre yang bisa mendeskripsikan film BacurauWestern? Iya. Thriller yang dibalut dengan nuansa kelam seperti film horror? Iya juga. Kritik mengenai pemerintah dan ketidaksetaraan masyarakat? Juga betul. Ini adalah salah satu film yang tiada hentinya dalam mengejutkan penonton, bahkan membuat kita berpikir hingga credit berjalan.

Loading...

Review Film Bacurau (2019) - Pertumpahan Darah di Desa Terpencil
9Overall Score
Reader Rating 3 Votes
8.0